Sahabat Wisnoe . . . .
Semoga hari ini dan seterusnya kita slalu diberikan oleh Allah kesehatan serta kesempatan untuk hiduplebih baik lagi. Baiklah, Pada kesempatan berikut ini kami akan memaparkan kepada anda tafsir ath-Thabari, selamat membaca . . . .!
Tafsir Jami’ al-Bayan
fi Tafsir al-Qur’an
C.
Tafsir Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an
1.
Setting
Historis Penulisan Kitab
Imam al-Thabari hidup pada akhir abad 9 hingga pertengahan abad 1o,
pada masa itu kaum muslimin dihadapkan pada pluralitas etnis, relijius, ilmu
pengetahuan, pemikiran keagamaan, dan kebudayaan dan peradaban. Hal ini
berimplikasi pada cara pandang dan pola pemikiran kaum muslimin. Imam at
Thabari adalah Ulama’ muslim yang sangat produktif, hal ini terbukti dari
beberapa hasil karya beliau masih dijadikan sebagai literature dan sumber
rujukan, baik bagi kalangan timur dan barat,.
Beliau telah menulis 40 halaman setiap harinya, sehingga bukanlah hal
yang mustahil jika karya beliau mencapai 30.000 halaman kitab tafsir dan begitu
juga kitab-kitab sejarah.[1]
Tafsir pada masa al-Thabari telah menjadi disiplin ilmu tersendiri,
yang sebelumnya termasuk bagian studi Hadis, Tafsir mengalami perkembangan
metodologis dan substansial seperti berkembangnya corak penafsiran baik bil-ma’tsur
maupun bil-ra’yi. Keduanya tentu punya kelebihan dan kekurangan.
Pada satu sisi tafsir bil-ma’tsur
dihadapkan pada persoalan yang cukup signifikan, yaitu bercampurnya riwayat
shahih dan dha’if. Di samping itu orientasi kajian tafsir juga beragam aspek
seperti fiqh, kalam, balaghah,sejarah dan filsafat.[2]
Al-Thabari lebih dikenal bermazhab Sunni ketmbang Rafidhi,
ekstremis Ali. Hal ini tampak pada karya-karya beliau di bidang Sejarah dan
Tafsir. Kitab tafsir beliau yang dikenal sebagai tafsir bil ma’tsur ditulis
pada paruh abad 3H dan diajarkan kepada murid-muridnya selama kurang lebih 8
tahun, yaitu sekitar tahun 282-290H. nama kitab ini ada dua yaitu: Jami’
al-Bayan ‘an Ta’wil Ayi al-Qur’an (Beirut Dar al Fikr, 1995 da 1998),
Jami’ al-bayan fi Tafsir al-Qur’an(Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1992)
yang terdiri dari 30 juz.[3]
Pada awalnya kitab ini pernah menghilang , dan kemudian ditemukan
berentuk manuskrip di perpustakaan pribadi seorang pejabat Najed, Hammad bin
‘Amir Abd al-Rasyid pada awal abad 20-an seiring kemajuan percetakan.
2.
Metodologis Penafsiran
a.
menempuh jalan ta’wil atau tafsir
b.
aplikasi munasabah antar ayat yakni al-qur’an yufassiru ba’dhuhu
ba’dha’
c.
menafsirkan al-qur’an dengan sunnah, perkataan sahabat, dan tabi’in
(bil ma’tsur)
d.
dari sisi linguistic (lughah) : syair – syair Arab kuno
untuk menjelaskan makna kosa kata dan kalimat, aspek I’rab
e.
pemaparan ragam qira’at dalam rangka menyingkap makna ayat,
menganalisisnya dan menjatuhkan pilihan pada satu qira’at yang diaggap lebih
tepat.
f.
Memaparkan ikhtilaf ulama fiqh kemudia diaalisis dan melaukan
istinbat hokum. Beliau tidak terjebak kedalam belenggu taqlid dan menghindari
perpecahan
g.
Aspek Kalam: beliau termasuk ulama ahlu sunnah wal-jama’ah dan
menentang mu’tazilah
h.
Melakukan metode al-jam’u terhadap riwayat – riwayat yang
kontroversi bila dimungkinkan selama tidak kontradiksi dg berbagai aspek
termasuk kesepadanan kualitas sanad
i.
Aspek sejarah : didukung dengan riwayat –riwayat israiliyyat,
beliau mengambil riwayat dari orang-orang Yahudi dan nashrani yang telah muslim
seperti ka’ab al-Ahbar, Wahb in Munabbih, Abdullah ibn Salam dan Ibnu juraij
3.
Sistematika penafsiran
Tafsir al-thabari disusun sesuai tartib mushafi yakni
menguraikan penafsiranberdasarkan urutan ayat dan surat mushaf Usmani, meskipun
pada bagian tertentu menggunakan metode semi-tematis pada ayat-ayat yang salig
berkaitan, namun secara umum tidak keluar dari sistematika mushafi.
Ketika hendak mengawali penafsiran suatu ayat, dipaparkan ayatnya
lalu mengemukakan berbagai pedapat tentang ta’wil (tafsir) ayat, ayat tersebut
ditafsirkan melalui riwayat-riwayat sahabat da tabi’in lengkap dengan sanadnya
kemudian menganalisnya dengan perangkat tafsir lainnya termasuk linguistic dan
menetapkan pendapat paling kuat atau member alternatif
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tafsir al-thabari
disusun secara sistematis dan kritis.
4.
Contoh Penafsiran dalam kitab al-Thabari
Tafsir
kalimat*
Dalam menafsirkan ayat tersebut, Imam Thabari mengutip riwayat
darri beberapa sahabat, seperti :
1.
Ibnu Abbas, menafsirkannya sebagai jenis makanan yang dikonsumsi
sehari-hari oleh keluarga (pembayar denda) secara moderat tidak mahal dan tidak
murah, tidak mudah dan tidak sulit.
2.
Said bin Jubair dan Ikrimah, memahami tafsir ayat tersebut adalah
jenis makanan yang sederhana yang dikonsumsi keluarga,
3.
‘Atha’, menafsirkan dengan makanan yang biasa dikonsumsi oleh
keluarga.
Selain dari tafsiran para sahabat, Imam At Thabari juga mengadopsi
beberapa hadist yang dirasa berkaitan dengan ayat yang ditafsirkan, sebagai
contoh hadist beliau yang dirawatkan oleh Ibnu Sirrin dan Ibnu Umar yang
berarti “Roti dan daging, roti dan kurma, roti dan minyak, roti dan susu, roti
dan zaitun, dan beberapa makanan dari keluargamu yang terbaik”.
Setelah menyebutkan beberapa
riwayat(baik hadist maupun qoulu sahabat),kemudian barulah beliau
menafsirkannya. Sebagaimana dalam ayat ini beliau menafsirkannya dengan menitik beratkan kepada
hal yang berkaitan dengan kuantitas, dengan mengabil jalan tengahnya (tidak
sedikit tidak pula banyak) .
C. Pendapat-pendapat Tentang Tafsir At-Thabari
Berikut akan
kami lampirkan beberapa pendapat para ilmuan, baik Ulama maupun Orientalis
tentang Tafshir karya Muhammad bin Jarir At-Thabari ini. Pertama adalah
komentar Abu Hamid al-Isfarany: “Semua informasi yang diberikan oleh At-Tabari
diperoleh secara berantai dari periwayat. Mata rantai ini dipelajari oleh Dr.
H. Horst, yang menghitung ada 13.026 mata ranai yang ebrbeda.dlam tiga jilad
at-tabari. Duapuluh Satu dari 13.026 ini termasuk di dalamnya 15.700 dari
35.400 macam bentuk informasi, “hadis-hadis”, yg menjadi jaminan bagi kebenaran
atas berbagai mata rantai peristiwa.”[4]
Dr. Fuad Sezgin
dalam Gerchichte der Arabischen Literatur membandingkan kutipan-kutipan
at-Thabari dengan sumber-sumber aslinya, pada akhirnya dia menyampaikan
kesimpulannya berikut : “ secara in extensio, bahwa tafshir attabari sanagat
luas dan ensiklopedis. Sangat berfariasi denagn subjek pembahasan yang sangat
kaya.”[5]
Muhammad
Abduh juga mengomentari Kitab Tafshir
karya at-Thabari ini : “kitab yang terpercaya di kalangan penuntut ilmu, karena
pengarangnya telah menyelamatkan diri dari belengggu taqlid dan berusaha untuk
menjelaskan ajaran-ajaran islam tanpa melibatkan diri dalam perselisihan dan
perbedaan paham yang dapat menimbulkan perpecahan.”[6]
Penelitian
Taufik Adnan Amal menyatakan bahwa: “Ibn Jarir at-Thabari adalah mufasir
tradisional paling terkemuka, menyusun suatu kitab ang mengimpun lebih dari 20
sistem bacaan (qira’at).” Muhammad
Arkoen juga menegaskan secara kritis : “At-Thabari telah menghimpun, dalam
sebuah karya monumental 30 jilid, sejumlah akhbar mengesankan (semua kisah,
tradisi sunnnah dan informasi) yang tersebar luas di daerah islamisasi selama
tiga abad pertama Hijri. Dokumen utama bagi para sejarawan ini masih belum
menjadi obyek monografi mana pun yang menghapus citra at-Thabari sebagai
kompilator ‘rakus’, ‘obyektif’ .”[7]
Muhammad Ali
as-Shabuni menyatakan kitab tafshir Ibn
Jarir temasuk tafshir bil ma’sur yang paling agung yang paling benar dan paling banyak mencakup pendapat
shahabat dan tabi’in serta dianggap
sebagai pedoma utama bagi para mufasshir. Ungkapan ini senada dengan apa yang
dinyatakan dalam Manna al-Qaththan kitab tafshir at-Thabari adalah tafshir yang
paling besar dan utama serta menjadi
rujukan penting bagi para mufashir Muhammad Husein ad-Dzahaby dalam salah satu
karya pentingnya : “ merupakan tafshir
pertama, dalam masa dan ilmunya diantara sekian banyak kitab tafshir awal.
Karena tafshir ini adalah yang pertama kali kita ketahui, meskipun ada
kemungkinan kitab-kitab tafshir yang ditulis sebelumnya telah hilang dalm
peredaaran masa. Dia adala pelopor dalam ilmu tafshir, terlihat kekhasan
kitabnya yang berbeda dengan kitab
tafshir lainnya yang mampu mempresentasikan kepada masyarakat sebagai
kitab yang bernilai tinggi.[8]
Ignaz
Goldziher salah seorang orientalis pun mengakui keunggulan Tafshir At-Thabari:
“Di Eropa karya sejarahnya pernah menjadi Masterpiece, karena kelengkapan
informasi dan kompleksitas materi kajiannya, banyak diantara para ilmuan dan
para sejarawn yang mengadopsi data-data
darinya.”[9]
Kata Golziher juga bahwa Kitab ini merupakan sumber primer yang paling kaya dalam kajian kita tentang awal dalam
sejarah islam.[10]*Telah terjadi kesalahan dalam penulisan.
[1][1]
M. Said Mursi, Tokoh-tokoh Besar
Islam Sepanjang Sejarah,terj. Khoirul Amru Hamzah dan A. Fauzan (Jakarta :
Pustaka Kaustar,2008), hlm. 348. Lihat juga M. Husain Al Zahabi, Tafsir
Mufassirun, (Kairo : Darul Hadist, 2005), hlm. 183.
[2]
Dosen tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Studi Kitab tafsir (Yogyakarta
: Teras, 2004), hlm. 27
[3]
Dosen tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Studi Kitab tafsir……,
hlim.28
[4] Studi Kitab Tafshir, Hamim Ilyas, (Teras : Yogyakarta 2004). Hlm 39.
[5] Ibid, Hlm 39-40.
[6] Ibid, Hlm. 40
[7] Ibid.
[8] Ibid, Hlm. 41.
[9] Ibid,.
[10] Ignaz Goldziher, Mazhab Tafshir dari Klasik
Hingga Modern, (el-SaQ Press: Yogyakarta, Cet. Ke-5 2010). Hlm 112.
contoh ayat yg d tafsir mano kandooooo... :)
BalasHapus