Sulaiman bin Ahmad bin
Ayyub bin Muthair al-Lakhmi al-Yamani al-Thabrani merupakan nama lengkap al-Thabarani.[1] Beliau
dilahirkan pada tahun 260 H / 873 M, bulan shofar, oleh seorang perempuan
besuku Akka di Kota Akka, kota yang merupakan salah satu kota tertua di Palestina.
Al-Thabarani dilahirkan ditengah-tengah keluarga dari kabilah Lakhm
suku Yaman yang berimigrasi ke Quds (Palestina) dan menetap di sana.
Al-Thabrani mulai belajar hadis sejak usianya
masih muda, yakni ketika beliau berusia 13 tahun, tepatnya pada
tahun 273 H. Sedangkan pada tahun 274 H, beliau berkelana ke Quds (Palestina), Syam serata Qaisariyah untuk
menghafal al-Qur’an dan belajar berbagai ilmu pengetahuan dan agama.
Berbagai upaya di lakukan al-Thabarani guna menambah wawasan keilmuan.
Salah satu upaya yang beliau lakukan dengan menghabiskan sejumlah besar umurnya
yaitu dengan mengunjungi satu tempat untuk berpindah lagi ke tempat yang lain. Syiria, Hijaz, Yaman, Mesir, Irak, Iran, Semenanjung Arab Saudi, serta
Afghanistan sekarang ini, termasuk beberapa tempat yang beliau kunjungi guna
menambah hazanah keilmuan di samping beberapa kota lain disekitar negeri-negeri Persia. Dalam mempelajari hadis Nabi sendiri,al-Thabarani menghabiskan waktu kurang lebih tiga puluh tahun. Selama kurun waktu 30-33 tahun beliau berkelana menambah koleksi
keilmuan.
Al-Thabrani juga mengunjungi Asfahan pada tahun 290 H. Setelah
menyelesaikan studinya ke berbagai wilayah, beliau kembagi lagi ke Asfahan, dan
menetap di sana sampai pada akhirnya, Al-Thabrani meninggal di Asfahan pada 28 Zulqa’idah tahun 360 H dalam usia seratus tahun sepuluh bulan dan dimakamkan di samping makam Hamamah al-dausi, seorang
sahabat Rasulullah Saw.[2]
Guru-guru dan
Murid-murid al-Thabarani
Guru-guru beliau cukup
banyak, bahkan menurut catatan al-Zahabi mencapai lebih sari seribu orang.
Diantaranya adalah Hasyim bin Murtsid al-Thabrani, Ahmad bin Mas’ud al-Khayyat,
’Amr bin Abi Salmah al-Tunisi, Ahmad bin ’Abdillah al-Lihyani, ’Amr bin Tsaur,
Ibrahim bin Abi Sufyan, Abi Zur’ah al-Dimasyqi, Ishaq bin Ibrahim al-Dabiri,
Idris bin Ja’far al-’Athar, Basyar bin Musa, Hafsh bin Umar, ’Ali bin ’Abdil
’Aziz al-Bagawi, Miqdam bin Dawud al-Ru’Yani, Yahya bin Abi Ayyub al-’Allaq, 'Abdullah bin Muhammad bin Sa'id bin
Abi Maryarn, Ahmad bin
‘Abdul Wahhab al-Hauthi, Ahmad bin Ibrahim bin Fil al-Balisi, Ahmad bin Ibrahim
al-Busri, Ahmad bin Ishaq bin Ibrahim bin Nabith al-Asja'i dan lain-lain.
Sedangkan rnurid-muridnya antara lain; Ahmad bin Muhammad bin Ibrahm al-Sahhaf, Ibn
Mandah, Abu Bakar bin Mardawih, Abu ‘Umar Muhammad bin al-Husain al-Basthami, Abu Nu'aim al-Ashbahani, Abu al-Fadhl
Muhammad bin Ahmad al-Jarudi, Abu Sa’id al-Naqqas, Abu Bakr bin Abi ‘Ali al-Dzakwani, Ahmad bin ‘Abdirrahman
al-Azdi, Abu Bakar Muhammad bin Zaid dan lain sebagainya Al-Thabrani juga mempunyai beberapa guru yang pada
kesempatan lain rneniadi muridnya, di antaranya Abu Khalifah al-Jumahi dan
al-Hafidh ibn ‘Uqdah.
Penilaian para Ulama
tentang al-Thabarani
Beberapa
ulama telah mengungkapkan berbagai komentar tentang pribadi al-Thabrani. Al-Hafidh Abu al-‘Abbas ibn Mansur
al-Syirazi mengemukakan bahwa dirinya telah menulis 300.000 hadis dari al-Thabrani dan ia tsiqah. Sedangkan menurut Sulaiman bin Ibrahim,
al-Thabarani adalah seorang penghafal hadis sekitar 20.000 sampai 40.000 hadis. Dan Abu Bakar bin Abi ‘Ali menambahkan bahwa
al-Thabrani orang yang terkenal ilmunya, pengetahuannya
luas dan banyak karya-karyanya, dan konon
di akhir hayatnya ia buta.
Adapun menurut Abu ‘Abdillah ibn
Mandah bahwa al-Thabrani adalah salah satu penghafal yang sangat terkenal. Sedangkan menurut Abu
al-Husain Ahmad bin Faris al-Lugawi yang dinisbatkan kepada Ibn al-Amid, al-Thabrani dalam hal hafalan lebih
unggul dibanding al-Ji’abi, sedangkan Abu Bakar sendiri lebih unggul dari pada
al-Thabrani dalam hal kepintaran dan kecerdasannya. Dan dalam satu riwayat di katakan pula bahwa beliau juga menyusun kitab
tafsir.
Dari
penilaian para ulama di atas menunjukkan bahwa mayoritas
ulama mengakui keadilan dan kapasitas intelektual yang tinggi terhadap al-Thabarani. Sehingga sebagai karir
puncaknya dalam bidang hadis al-Thabrani meraih
gelar al-Hafid, suatu
gelar ahli hadis dalam level yang cukup tinggi.
0 komentar:
Posting Komentar