Home » » BIOGRAFI IGNAZ GOLDZIHER

BIOGRAFI IGNAZ GOLDZIHER




Sahabat Wisnoe . . .
kita belajar lagi yuk, kali ini kita akan berkenalan dengan seorang tokoh yang cukup terkenal dikalangan orientalis teman-teman, mau tau? langsung aza yuukk . . . .

Ignaz Goldziher dilahirkan dari keluarga Yahudi pada tanggal 22 Juni 1850 di Székesfehérvar, Hongaria. Sejak kecil, ia sudah mendapatkan pendidikan yang bermutu tinggi. Terbukti pada saat berumur lima tahun ia telah mampu membaca Perjanjian Lama yang berbahasa Ibrani. Kemudian dilanjutkan dengan mempelajari Talmud pada saat berusia delapan tahun. Dalam usianya yang ke dua belas, ia seorang siswa sekolah yang telah memulai membuat karya tulisnya yang pertama tentang nenek moyang Yahudi serta pengelompokannya. Saat berusia enam belas tahun, Universitas Budapest menjadi pilihannya setelah ia lulus dari sekolah, untuk mempelajari sastra Yunani dan Romawi kuno, bahasa-bahasa Asia, temasuk bahasa Turki dan Persia. Kecerdasan yang ia miliki telah mengantarkannya menjadi kandidiat doktoral pada usianya yang ke-19 di universitas Leipzig dan Berlin dengan beasiswa penuh dari Departement Pendidikan Hongaria pada tahun 1870.

            Setelah berhasil meraih gelar doktor, ia melakukan rihlah ‘ilmiyyah ke Leiden, Belanda dan tinggal selama enam bulan. Di dalam buku catatannya, Ignaz menghabiskan waktu enam bulan di Leiden untuk memfokuskan diri mempelajari Islam sehingga menjadikan Leiden sebagai sekolah kajian Islam terbesar dan terkenal di Eropa. Pada tahun 1872, ia berhasil meraih ijazah keguruan dari Universitas Budapest. Di universitas ini, dia menekankan kajian peradaban Arab. Petualangan ilmiah Golziher belum selesai sampai di sini, pada bulan September 1873 hingga April 1874, Syria, Palestina dan Mesir menjadi sasaran selanjutnya. Di sana ia merupakan orang non muslim pertama yang mendapatkan izin untuk menjadi murid di mesjid Universitas al-Azhar. Ia mencatat semua aktivitasnya di sana, sosialisasinya dengan kaum muslimin, dan perasaan simpati mendalamnya kepada Islam.

            Selama tinggal di Kairo, banyak musibah yang menimpanya. Mulai dari kematian ayahnya, perekonomian keluarganya yang mengkhawatirkan karena bisnisnya bangkrut, sampai perasaannya sebagai pejabat di departement pendidikan yang membuatnya bimbang dengan reputasi ilimiahnya di masa yang akan datang. Akan tetapi, reputasi ilmiahnya ternyata malah melonjak tinggi. Setelah mempublikasikan hasil penelitiannya yang sangat memuaskan peserta rapat di Akademi Kerajaan di Vienna, ia telah memulai dirinya untuk diakui dunia sebagai Guru Besar orientalis dan peletak pertama pengkajian Islam modern di Eropa.

            Meskipun telah merangkul banyak gelar, ia tidak dapat mengembangkan pengetahuan di tanah kelahirannya. Pada saat itu, terjadi peristiwa anti-Semit di Hongaria sehingga para pemeluk Yahudi dilarang melakukan berbagai kegiatan yang ada hubungannya dengan pendidikan. Tetapi kemudian, pada tahun 1894, diadakan pembahasan oleh para anggota legislatif terkait isu ini untuk mencapai kesepakatan bahwa agama Yahudi kedudukannya sama di depan publik bergandengan dengan agama lainnya.

            Atas perjuangan kerasnya di dunia pendidikan tanpa gaji dan hak istimewa, Kongres Orientalis Internasional ke-8 menganugerahkan piagam emas kepada Ignaz Goldziher pada tahun 1889. Kemudian ia mendapatkan undangan dari Universitas Cambridge untuk menjadi pengganti rektor sebelumnya, W. Robertson Smith. Dikarenakan tidak ada gaji tetap walaupun aktif di dunia pendidikan, ia mencari nafkah sebagai sekretaris di komunitas Yahudi Jerman dari tahun 1876 sampai 1905. Pekerjaan ini menguras semua tenaganya siang dan malam sehingga membuatnya bosan. Di hari libur, ia menyempatkan diri untuk mengerjakan proyek ilmiahnya. Lalu pada tahun 1904, ia diangkat sebagai guru besar Universitas Budapest, orang Yahudi pertama yang meraih gelar ini. Kemudian, pada tahun 1914 menjadi ketua jurusan hukum dan institusi Islam di Fakultas Hukum. Tujuh tahun kemudian, ia meninggal dunia dalam usianya yang ke-71 tepatnya pada tanggal 13 November 1921.

A.      Karya-karya Ignaz Goldziher

            Ia banyak menerbitkan sejumlah besar risalah, artikel review dan esai yang berkontribusi pada koleksi Hungaria Academy. Most of his scholarly works are still considered relevant. Sebagian besar karya-karya ilmiah itu masih dianggap relevan. In addition to his scholarly works, Goldziher kept a relatively personal record of his reflections, travel records and dSelain karya-karya ilmiah itu, Goldziher menyimpan catatan yang relatif pribadi refleksinya, catatan perjalanan dan catatan harian.

            Karya-karya tulisannya yang membahas masalah keislaman banyak dipublikasikan dalam bahasa Jerman, Inggris dan Prancis. Bahkan sebagian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Dan yang paling berpengaruh dari karya-karya tulisannya adalah buku yang berjudul: Muhammadanische Studien, di mana ia menjadi sumber rujukan utama dalam penelitian hadis di Barat.
Golziher telah banyak menghasilkan banyak karya dalam berbagai bidang, baik akidah, fikih, tafsir, hadis, maupun sastra. Hasil karya kreatifnya diantaranya :

  1.     Muhammadanische Studien diterbitkan tahun 1890.
  2.   Vorlesungen über den Islam (Introduction to Islamic Theology and Law)
  3.      Muslim Studies
  4.   Die Richtungen der Islamischen Koranauslegung yang diterjemahkan dalam bahasa Arab menjadi Madzahibu al-Tafsir al-Islami (1955)
  5.    Methology Among The Hebrews And Its Historical Development
  6.       On The History of Grammar Among The Arabs
  7.    Zahiris: Their Doctrine and Their History, a Contribution diterbitkan pada tahun 1884.
  8.    Short History of Classical Arabic Literature
  9.   Le Dogme et Les Lois de L’Islam (The Principle of Law is Islam)
  10.   Etudes Sur La Tradition Islamique, dan karya-karya tulis lainnya.

B.       Hasil Pemikiran

1.      Mengenai Islam
            Pendapat Goldziher tentang islam, bahwa dengan karakter Islam yang terbuka maka Islam dikenal pada masa kelahirannya. Pendirinya, Muhammad, tidaklah memperkenalkan ide-ide baru dan Ia tidak memperkaya konsepsi-konsepsi terdahulu tentang hubungan manusia dengan yang transendental dan maha kuasa. Namun, satu pun tak ada yang mengurangi nilai relatif prestasi keagamaannya. Apabila sejarawan peradaban menilai dampak suatu fenomena sejarah, masalah orisinilitas tidak menunutut perhatian utama. Dalam evaluasi historis terhadap karya Muhammad, pokok  persoalannya bukanlah apa isi wahyunya merupakan ciptaan jiwanya yang benar-benar asli dan mutlaq memberikan petunjuk jalan. Perintah Rasul Arab ini merupakan suatu campuran ide-ide dan peraturan-peraturan agama yang terpilih. Ide-ide itu memberikan sugesti kepadanya melalui kontak, yang telah sangat mempengaruhinya dengan unsur-unsur Yahudi, Kristen, dan unsur-unsur lainnya, dan baginya semua itu agaknya dianggap tepat untuk menggugah rasa keagamaan yang sungguh-sungguh di kalangan bangsa Arab sesamanya. Peraturan-peraturan pun diambilnya dari sumber-sumber asing; ia melihatnya sebagai peraturan-peraturan yang diperlukan untuk membangun kehidupan yang sejalan dengan kehendak Allah. Pemikiran-pemikiran yang begitu menggugah hati sanubarinya ditangkapnya sebagai wahyu Ilahi, dan dalam hal ini dirinya sendiri merupakan sarana. Impresi-impresi dan pengalaman-pengalaman ekstren meneguhkan keyakinannya yang bersungguh-sungguh ini.

2.      Pemikirannya Mengenai Hadits
                        Pemikiran beliau tentang hadis dan  pengikutnya sangat meragukan otentisitas Hadits. Bahwa upaya penulisan dan kodifikasi hadits baru dilakukan pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, khalifah Bani Umayyah yang memerintah antara tahun 99-101 H, sebuah waktu yang relatif jauh dari masa Rasulullah SAW. Kenyataan ini telah memicu berbagai spekulasi berkaitan dengan otentisitas hadits. Ignas Goldziher dalam karyanya Muhammedanische Studien telah memastikan diri untuk mengingkari adanya pemeliharaan Hadits pada masa sahabat sampai awal abad kedua Hijriyah.

   Menurut Prof. Dr. Muhammad Musthafa al-A‘zhamy, Guru Besar Ilmu Hadis Universitas King Saud Riyadh, Ignaz Goldziher adalah orientalis pertama yang melakukan kajian tentang Hadis. Hasil kajian Ignaz berkesimpulan bahwa otentisitas hadis-hadis yang ada dan sudah tertulis itu, diragukan sebagai sabda Nabi Saw. Di antara catatan atau pandangan Goldziher tentang hal ini adalah sebagai berikut:

Pertama, Ignaz berpendapat bahwa dalam meneliti hadis, para muhaddits hanya menggunakan metode kritik sanad saja tanpa memakai metode kritik matan sehingga menurutnya, banyak ditemukan hadis yang semula dianggap shahih ternyata palsu.
Contoh hadis yang dikritik oleh Golziher adalah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dan berasal dari Ibn Syihâb al-Zuhrî:
لا تشدوا الرحال إلا إلى ثلاثة مساجد: المسجد الحرام و مسجدي و مسجد بيت المقدس
“Kalian tidak boleh melakukan perjalanan jauh kecuali menuju tiga mesjid, yaitu Mesjid al-Haram, mesjidku ini, dan Mesjid Baitul Maqdis."

Menurut Golziher, hadis di atas statusnya Hadits Maudhû'. Menurutnya, al-Zuhrî telah membuat-buat hadis atas dorongan Khalifah ‘Abd al-Malik Ibn Marwan untuk mencegah orang-orang Syam berhaji ke Mekah. Pencegahan ini dilakukan karena khawatir mereka dipaksa membaiat Abdullah Ibn Zubair. Argumen Golziher ini didasarkan pada pernyataan al-Ya‘qûbî dalam kitab Târîkh-nya berikut ini, "‘Abd al-Malik Ibn Marwan mencegah penduduk Syam berhaji karena Ibn al-Zubair meminta baiat mereka di Mekah. Mereka pun tersentak kaget dan memprotes tindakan tersebut," Anda melarang kami pergi haji ke Baitullah padahal itu merupakan suatu kewajiban dari Allah!." "Ini Ibn Syihab al-Zuhrî akan menyampaikan kepada kalian sabda Rasulullah Saw, " Kalian tidak boleh melakukan perjalanan jauh kecuali menuju tiga mesjid, yaitu Mesjid al-Haram, mesjidku ini, dan Mesjid Baitul Maqdis!" maka mesjid ini sama kedudukannya dengan Mesjid al-Haram. Batu ini, yang menurut suatu riwayat, Rasulullah Saw pernah menginjakkan kedua kakinya di atasnya menjelang mi‘raj ke langit, akan menjadi ka‘bah bagi kalian", ujar ‘Abd Malik Ibn Marwan sebagai jawaban gelombang protes penduduk Syam. Lalu, Khalifah membangun sebuah kubah di atasnya, memberinya tirai dari sutera, dan menyediakan pelayan-pelayannya. Kemudian menyuruh orang-orang agar ber-thawaf mengelilinginya. Maka dengan begitu, ‘Abd al-Mâlik telah menetapkan hari-hari gemilang bagi Dinasti Bani Umayyah.

Goldziher juga merubah teks-teks sejarah yang berkaitan dengan al-Zuhry sehingga timbul kesan bahwa al-Zuhry memang mengakui sebagai pemalsu hadis.
Menurut Goldziher, al-Zuhry mengatakan :
إن هؤلاء الأمراء أكرهونا على كتابة أحاديث
"Sesungguhnya para pejabat itu telah memaksa kami untuk menulis hadis".

Kedua, Goldziher menyatakan bahwa pada abad ke dua hijriyah, status kevalidan suatu hadis hanya didasarkan pada matan saja. Alasannya, banyak hadis yang ber-sanad baik, tapi statusnya maudhu‘. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw :
سيكثر التحديث عني، فمن حدثكم بحديث فطبقوه على كتاب الله فما وافقه فهو مني، قلته أو لم أقله
 "Periwayatan hadisku akan lebih banyak lagi. Oleh karena itu, jika ada seseorang yang meriwayatkan hadis kepadamu, perhatikanlah dan segera bandingkan dengan isi al-Qur'an. Jika berkesesuaian, maka itu benar dariku, baik yang aku katakan ataupun tidak"

Ketiga, Goldziher telah memfitnah Wakî‘ dengan mengubah pernyataan Wakî‘ tentang Ziyâd Ibn ‘Abdillah al-Bukkâ'î,
أشرف أن يكذب
"Beliau sangat jauh dari melakukan kebohongan."
Menjadi:
إنه مع شرفه في الحديث كان كذابا
"Dia itu dibalik kemuliaannya dalam hadis adalah seorang pembohong".

Keempat, Goldziher menyatakan bahwa hadis-hadis yang berkenaan dengan larangan dan anjuran penulisan hadis itu berstatus maudhu‘. Semua hadis ini telah dibuat-buat oleh kelompok muhaddits dan ahl al-ra'y (ahli fikih) untuk mendukung pendapatnya masing-masing. Hadis-hadis tersebut adalah :
1)        Hadis tentang larangan menulis sabda Nabi Muhammad Saw dari Abu Sa‘îd al-Khudry:
لَا  تَكْتُبُوا عَنِّي وَمَنْ كَتَبَ عَنِّي غَيْرَ الْقُرْآنِ فَلْيَمْحُهُ)...الحديث (رواه مسلم     
Jangan kalian tulis ucapan-ucapanku, dan barangsiapa menulis ucapanku selain al-Qur'an, hendaknya ia menghapusnya!"
2)        Hadits tentang anjuran Nabi Saw untuk menulis sabdanya dari Abu Hurairah:
اكْتُبُوا لِأَبِي شَاهٍ)...الحديث( رواه الشيخان
“Tuliskanlah untuk Abu Syah!...." 
Menurutnya, hadis yang  berisi tentang larangan Nabi Saw atas penulisan hadis telah dibuat oleh ahl al-Ra'y, sedangkan hadis yang kedua yang memperbolehkan bahkan menyuruh penulisan hadis dibuat oleh para muhaddits.

Kelima, Goldziher menuturkan bahwa "bimbingan resmi" dan kegiatan penguasa" untuk memalsukan hadis sudah ada sejak dini dalam sejarah Islam. Dampaknya tampak dalam pesan Mu‘awiyah kepada al-Mughirah agar ia mengucilkan ‘Ali dan pengikutnya, serta jangan menerima hadis-hadis mereka. Di pihak lain, Utsman dan dan para pengikutnya supaya disanjung-sanjung dan diterima hadisnya. Pesan ini merupakan "siaran resmi" yang melegalisir pemalsuan hadis untuk memojokkan ‘Ali demi membela kepentingan Utsman bin Affan.

Glodziher menyimpulkan hal itu berdasarkan keterangan yang terdapat dalam tarîkh karangan al-Thabâry, di mana Mu‘awiyah berpesan kepada al-Mughirah, "Jangan segan-segan mencaci dan mengecam ‘Ali, dan jangan bosan menyayangi dan memohonkan ampunan untuk Usman. Aib berada pada pengikut-pengikut ‘Ali, karenaya kucilkanlah mereka dan jangan didengar ucapannya!"

3.    Mengenai Perbedaan Qiraah
                        Menurut Goldziher, lahirnya sebagian besar perbedaan (qiraat) tersebut dikembalikan pada karakteristik tulisan arab itu sendiri yang bentuk huruf tertulisnya dapat menghadirkan suara (vokal) pembacaan yang berbeda, tergantung pada perbedaan tanda titik yang diletakkan di atas bentuk huruf atau dibawahnya serta berapa jumlah titik tersebut. Demikian halnya pada ukuran-ukuran suara (vokal) pembacaan yang dihasilkan. Perbedaan harakat-harakat (tanda baca) yang tidak ditemukan batasannya dalam tulisan arab yang asli memicu perbedaan posisi i’rab (kedudukan kata) dalam sebuah kalimat, yang menyebabkan lahirnya perbedaan makna (dalalah). Dengan demikian, perbedaan karena tidak adanya titik (tanda huruf) pada huruf-huruf resmi dan perbedaan karena harakat yang dihasilkan, disatukan, dan dibentuk, dari huruf-huruf yang diam (tidak terbaca), merupakan faktor utama lahirnya perbedaan qiraat dalam teks yang tidak punya titik sama sekali atau yang titiknya kurang jelas.

Untuk membuktikan argumennya ini, Goldziher menghadirkan sejumlah contoh, diantaranya:
1.         Surat al-A’raf ayat 48:
وَنَادَىٰ أَصْحَابُ الْأَعْرَافِ رِجَالًا يَعْرِفُونَهُم بِسِيمَاهُمْ قَالُوا مَا أَغْنَىٰ عَنكُمْ جَمْعُكُمْ وَمَا كُنتُمْ تَسْتَكْبِرُونَ ﴿٤٨﴾ الأعراف: ٤٨
“Orang-orang yang di atas al-a’raf memanggil beberapa orang (pemuka-pemuka orang kafir) yang mereka mengenalnya dengan tanda-tandanya dengan mengatakan, “Harta yang kamu kumpulkan dan apa yang selalu kamu sombongkan itu, tidaklah memberi manfaat kepadamu.” (al-A’raf:48)

Sebagian sarjana (ulama) qiraat membaca lafadz تَسْتَكْبِرُونَ yang tertulis dengan huruf  ba’ (dangan satu titik) dengan bacaan  تستكثرون, yaitu dengan huruf tsa’ (bertitik tiga).


Surat al-A’raf ayat 57:
وَهُوَ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ ۖ حَتَّىٰ إِذَا أَقَلَّتْ سَحَابًا ثِقَالًا سُقْنَاهُ لِبَلَدٍ مَّيِّتٍ فَأَنزَلْنَا بِهِ الْمَاءَ فَأَخْرَجْنَا بِهِ مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ ۚ كَذَ‌ٰلِكَ نُخْرِجُ الْمَوْتَىٰ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ ﴿٥٧﴾ الأعراف: ٥٧
“Dan Dia-lah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab huja itu pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.” (al-A’raf:57)
Kata  بُشْرًا dibaca dengan huruf nun sebagai ganti dari ba’, sehingga menjadi نشرا   .
2.        Surat al-Taubah ayat 114:
 وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَن مَّوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِّلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ ۚ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ ﴿١١٤﴾ التوبة: ١١٤
“Permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah SWT) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah SWT, maka berlepas diri darinya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (at-Taubah: 114)

Kata dibaca dengan huruf ya’ (bertitik dua) dan berharakat fathah, sedangkan dalam sebagian qiraat (bacaan) yang asing (ini merupakan bacaan yang diriwayatkan oleh Hammad) dibaca dengan huruf ba’ (bertitik satu), sehingga menjadi  اباه    

3.        Surat an-Nisa’ ayat 94 terdapat beberapa kasus yang cukup penting, karena fenomena yang disebutkan tadi terjadi dalam kurang lebih setiap huruf dan beberapa huruf dalam sebuah kalimat yang ada dalam surat tersebut. Ayat tersebut :
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا ضَرَبْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَتَبَيَّنُوا وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ أَلْقَىٰ إِلَيْكُمُ السَّلَامَ لَسْتَ مُؤْمِنًا تَبْتَغُونَ عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَعِندَ اللَّهِ مَغَانِمُ كَثِيرَةٌ ۚ كَذَ‌ٰلِكَ كُنتُم مِّن قَبْلُ فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَتَبَيَّنُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا ﴿٩٤﴾ النساء: ٩٤
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah, dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu, “kamu bukan orang mukmin”, (lalu kamu membunuhnya) dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena disisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahu apa yang kamu kerjakan.” (an-Nisa’:94)
Mayoritas sarjana qira’at terpercaya (tsiqat) membaca lafadz فَتَبَيَّنُوا  dengan lafadz فتثبتوا .Karena bentuk huruf yang tertulis adalah demikian                    yang bisa mengandung dua kemungkinan model bacaan. Bagaimanapun juga perbedaan-perbedaan ini, dan apa yang mirip dengannya, tidak menyebabkan perbedaan dari segi makna yang umumdan tidak dari segi penerapannya secara fiqih. Tetapai perbedaan seperti ini terdapat pula pada tempat berikut ini:
4.        Surat al-Baqarah ayat 54 yang mengurai seputar kemarahan nabi Musa. Ketika dia mengurai seputar kemarahan nabi Musa. Ketika dia mengetahui bahwa Bani Israil telah membuat anak sapi dari emas, dan mereka menyembah kepadanya, Musa berkata:
وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ إِنَّكُمْ ظَلَمْتُمْ أَنفُسَكُم بِاتِّخَاذِكُمُ الْعِجْلَ فَتُوبُوا إِلَىٰ بَارِئِكُمْ فَاقْتُلُوا أَنفُسَكُمْ ذَ‌ٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ عِندَ بَارِئِكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ ۚ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ ﴿٥٤﴾ البقرة: ٥٤
“Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sebagai sembahanmu), maka bertobatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (al-baqarah:54)

                        Yakni hendaklah sebagian kalian membunuh sebagian yang lain, atau secara tekstual dapat diartikan dengan  فاقتلوا انفسكم بانفسكمmaka bunuhlah diri kalian dengan diri kalian sendiri). Dalam kenyataannya, ini senada dengan apa yang terdapat dalam kitab keluaran bab 32 pasal 27, yang merupakan sumber kalimat-kalimat al-Quran, dan barang kali para sarjana tafsir (mufassir) klasik yang kapasitasnya cukup diperhitungkan (misalnya Qatadah dari Bashrah, meninggal 117H/735M menyebutkan bukti atas hal itu) telah menemukan (menganggap) masalah bunuh diri atau membunuh orang yang berdosa diantara mereka sebagai perbuatan yang sangat kejam dan tidak setimpal dengan dosa yang dilakukannya. Maka kemudan mereka berinisiatif (membaca) kekosongan huruf keempat dari beberapa bentuk huruf yang tidak berbuny (tidak dapat dibaca) ini, yaitu             قيلوافاء         ,dengan dua titik di bawahnya  sebagai ganti dari huruf ta’ yang bertitik dua di atas. Maka mereka membaca فأقيلوا انفسكم yang bermakna: bersungguh-sungguhlah untuk bertaubat (kembali) dari apa yang kalian perbuat dengan menyesali kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat. Contoh ini secara praktis menunjukkan, bahwa sebuah pengamatan obyektif telah turut berperan dalam menyebabkan munculnya perbedaan qiraat. Hal ini berbeda dengan contoh-contoh sebelumnya yang perbedaannya muncul semata-mata dari ambiguitas artistic yang dikembalikan pada bentuk tulisan itu sendiri.

4.  Mengenai Filsafat
                        Persoalan-persoalan dalam Kalam seperti qadha dan qadar, penciptaan alam dan Tauhid membantu untuk masuknya filsafat Yunani. Filsafat Yunani, Plato dan Aristoteles dan Neo-Platonik merupakan filsafat Islam. Menurutnya perkembangan dogmatis islam berlangsung menurut jejak alam pikiran yunani; di dalam system hukumnya pengaruh hukum Romawi tidak bisa disangsikan; organisasi menunjukan adaptasi ide-ide politik Persia, ilmu islam menggunakan cara-cara berpikir Neoplatonisme dan Hindu. Pada setiap bidang tersebut Islam menunjukan kemampuannya untuk menyerap dan melebur unsur-unsur asing itu dengan sedemikian tuntasnya, sehingga ciri-ciri asing tersebut hanya bisa dideteksi dengan analisis terhadap riset kritis secara cermat.


C.            Metode yang Digunakan Ignaz Goldziher
a.       Eksploratif
            Dari biografinya Ignaz Goldziher terlihat sangat antusias dalam mengaji Islam itu baik dari segi kualitas dan keabsahan islam itu, meskipun secara keseluruhan hasil dari penelitian beliau belum mencapai konprehensif. Hal itu terlihat bahwa Ignaz menghabiskan waktu enam bulan di Leiden untuk memfokuskan diri mempelajari Islam sehingga menjadikan Leiden sebagai sekolah kajian Islam terbesar dan terkenal di Eropa dan Ia juga merupakan orang non muslim pertama yang mendapatkan izin untuk menjadi murid di mesjid Universitas al-Azhar dan Ia adalah orientalis pertama yang melakukan kajian tentang Hadis. Nampaknya dari penjelajahannya untuk mendalami kajian hadits itu terlihat bahwa ia menggunakan metode eksploratif yang mana ia merasa tidak puas hanya dengan kajian yang telah ia dapatkan sebelum ia mengkaji di Universitas Al-Azhar.
b.      Metode Sintesis
                                    Tidak hanya metode eksploratif saja yang ia gunakan, tapi ia menggunakan metode sintesis yang menggabungkan hasil pemikiran-pemikiran nabi Muhammad dengan pengetahuan yang telah dia pelajari mengenai ajaran-ajaran Yahudi dan Kristen. Dalam hal ini Ia mengumpulkan data-data mengenai pemikiran nabi Muhammad kemudian Ia gabungkan dengan ide-ide dan peraturan-peraturan Yahudi dan Kristen yang mana menurutnya, nabi Muhammad itu mengambil intisari-intisari dari konsep Yahudi dan Kristen dan kemudian selanjutnya ditangkapnya sebagai wahyu Ilahi.
c.       Metode Komparatif
            Metode komparatif pun di gunakannya dalam masalah filsafat dan hadits. Dalam hal ini pemikiran yang bersangkutan dengan metode yang digunakannya Ignaz adalah Ia membandingkan antara hadits yang melarang ditulisnya hadits dan perintah ditulisnya hadits yang menurutnya hadits yang berisi larangan menulis hadits itu berasal dari ahl ar-ra’y dan hadits yang berisi perintah untuk menulis hadits adalah berasal dari para muhaddits. Mengenai filsafat pun ia menggunakan metode ini. Ia mempelajari pemikiran-pemikiran para filosof Islam dan filosof Yunani, seperti Plato, Aristoteles dan Neo-Platonik dan kemudian ia bandingkan pemikiran-pemikiran mereka. Sehingga mendapat kesimpulan bahwa filsafat Islam itu sama seperti filsafat Yunani. Pendekatan yang ia gunakan adalah pendekatan historis yang mana ia mengkaji latarbelakang masuknya filsafat Yunani ke dalam dunia Islam.   
d.      Metode Analisis-Historis
            Metode analisis-historis seringkali  juga digunakan oleh Ignaz, hal ini nampak dari hasil pemikirannya mengenai hadits yang ia telusuri data-datanya melalui latarbelakang terjadinya hadits yang dibuat-buat oleh Ibnu Syihab Az-Zuhry yang menurutnya hadits tersebut merupakan hadits maudhu’ karena dilatarbelakangi oleh konflik yang terjadi pada masa pengkodifikasian hadits pada masa itu yang mana menurutnya hadits yang dibuat-buat oleh Az-Zuhry itu merupakan dorongan dari Khalifah ‘Abd al-Malik Ibn Marwan untuk mencegah orang-orang Syam berhaji ke Mekah. Pencegahan ini dilakukan karena khawatir mereka dipaksa membaiat Abdullah Ibn Zubair.pendapatnya ini bersandarkan pada pernyataan al-Ya‘qûbî dalam kitab Târîkh-nya.

            Hasil pemikirannya mengenai pemalsuan hadis untuk memojokkan ‘Ali demi membela kepentingan Utsman. Dalam hal ini Glodziher menyimpulkan pemikirannya  berdasarkan keterangan yang terdapat dalam tarîkh karangan al-Thabâry. Sedangkan pendekatan yang ia gunakan dalam hal ini adalah Historis-Fenomenologis, yaitu pendekatan yang hanya ditujukan terhadap unsur matan hadits (teks), yang cakupannya adalah aspek politik, sains, maupun sosio kultural, tanpa memperhatikan dan mempertimbangkan unsur sanad sampai kepada Nabi. Hal ini disebabkan oleh Goldziher yang secara tegas memang tidak menerima metode kritik sanad sebagai metode ilmiah. Kondisi yang demikian berbeda dengan para Muhaditsin umumnya menganggap bahwa kritik sanad lebih urgen dari pada kritik matan, sedangkan Ignaz dan sejarawan pada umumnya mementingkan kritik terhadap teks/matan, sebab Ignaz dan Sejarawan bergerak dengan asumsi bahwa sumber informasi tidak selamanya benar.
            Dalam bukunya “Madzhab Tafsir”, dia membagi fase sejarah dan perkembangan tafsir menjadi tiga periode. Periode pertama, Tafsir pada masa perkembangan madzhab-madzhab yang terbatas pada tempat berpijak Tafsir bi al-Ma’tsur. Periode kedua, Tafsir pada masa perkembangannya menuju madzhab-madzhab ahli ra’yi yang meliputi aliran akidah (teologis), aliran tasawuf, dan aliran politik keagamaan. Dan periode ketiga, Tafsir pada masa perkembangan kebudayaan/keilmuan Islam yang ditandai dengan timbulnya pemikiran baru dalam keislaman oleh Ahmad Khan, Jamalauddin al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Muhammad Rasyid Ridha.

D.    Pendekatan Yang digunakan Ignaz Goldziher
a.       Linguistic
Dari biografi beliau dapat dibaca bahwa beliau sangat ahli dalam beberapa bahasa di antaranya bahasa  Asia, temasuk bahasa Turki dan Persia. Dari beberapa bahasa inilah beliau gunakan untuk mengkaji islam baik dari segi literatur budayanya maupun isi dari ajaran islam itu sendiri.

b.      Sosiogis
Dalam mengkaji islam beliau langsung menuju pusat islam yang ada di timur, yaitu kairo, mesir. Dan disana beliau langsung belajar dari culture dan isi dari ajaran isam itu sendiri. Apalagi di biografinya telah dijelaskan bahwa beliau pada waktu di mesir diberi kesempatan belajar di universitas al-Azhar.
c.       Historis
Approach beliau dalam mengaji hadits terlihat jelas menggunakan historis, karena beliau menoleh ke masa silam tentang pengkodipikasiaan hadits, di pemikiran beliau terlihat jelas bahwa beliau meragukan ke otentikan hadis yang baru dibukukan pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz.

4 komentar:

  1. Dasar Tecnologi : menyedihkan goldziher, orang pintar akan tetapi terlihat naif..

    BalasHapus
  2. Yahudi mas bro, maklum aja, mereka manusia yg sesat selama2 nya.

    BalasHapus
  3. Broo... ada punya buku ignaz goldziher yg asli? Yg bahasa hungaria atau english? Klo ada sy beli.. hubungi hijrah di 085937020990

    BalasHapus
  4. Broo... ada punya buku ignaz goldziher yg asli? Yg bahasa hungaria atau english? Klo ada sy beli.. hubungi hijrah di 085937020990

    BalasHapus

Total Tayangan Halaman

Entri yang Diunggulkan

SIDANG EMAS, DESA YANG PUNYA SEGALANYA

Sahabat Wisnoe ...... Pada kesempatan ini, Sabtu 21 Oktober 2017 pukul 10:42 kita akan membicarakan sedikit tentang desa kelahiran...

Arsip Blog

Diberdayakan oleh Blogger.