Sahabat Wisnoe . . .
Kali ini kita akan menggali tentang pengarang dari kitab sunan Ibnu Majah, selamat menikmati sajian kami . . .
Kali ini kita akan menggali tentang pengarang dari kitab sunan Ibnu Majah, selamat menikmati sajian kami . . .
Nama lengkap Muallif
adalah Abu Abdullah Muhammad bin Yazid
bin Abdullah bin Majah Al-rubay’iy Al Quzwaini (muhammad ibn yazid).beliau dilahirkan
pada tahun 209 H/824 M. Dan hidup pada masa
pemerintahan khalifah al-Makmun (198H/813M) sampai akhir pemerintahan khalifah
al-Muqtadir (295H/908M), kemudian beliau wafat tepat pada hari selasa, 22 ramadhan 273H, tepat pada
usia 74 tahun.
Beliau dinisbatkan kepada
golongan Rabi’ah dan bertempat tinggal di Qazwain, suatu kota dibagian irak,
yang sangat terkenal banyak mengeluarkan para ulama’. Beliau meriwayatkan
hadits dari beberpa ulama’ : irak, Basyroh, kuffah, bagdad, Makkah, Syam,
mesir, Ray.beliau melakukan rihlah ke kota-kota tersebut untuk mengumpulkan
hadits. Diantara para gurunya adalah sahabat-sahabat laits. Sedangkan
hadits-hadits beliau diriwayatkan oleh segolongan ulama’., diantaranya adalah
Abul-Hasan Al-Qaththan.
Diantara hasil karyanya selain As sunnah ,
adalah sebuah kitab tafsir dan kitab sejarah. Sedang kitab sunan beliau adalah
salah satu dari kitab yang empat, yaitu(sunnan Abu Daud, sunan At- tirmidzy,
sunan An-nasa’iy dan sunan ibnu Majjah sendiri), dan salah satu dari induk yang
enam(yakni: sunan yang empat ditambah shahih Al-bukhari, dan shahih muslim).
Adapun ulama’ yang memasukkan
Sunan ibnu majjah
kedalam kelompok kitab-kitab pokok adalah ibnu Thahir dalam kitabnya. Al-atraf,
kemudian Al-hafidz Abdul Ghaniy. Menurut ibnu katsir, bahwa sunan ibnu Ibnu Majjah
adalah suatu kitab yang banyak faedahnya dan baik susunan bab-babnya dalam
bidang fiqih. Beliau dilahirkan pada tahun 209 H, dan wafat pada bulan Ramadhan
tahun 273 H. Dalam jenazahnya dishalatkan oleh saudaranya yang bernama Abu
bakr, sedang pemakamannya dilakukan oleh dua orang saudaranya : Abu Bakr bin
Abdullah, serta putranya sendiri yang bernama : ‘Abdullah.
Sebelum sunan ibnu majjah dan pengarangnya maka dipandang perlu untuk
lebih dulu mengetahui dan mendeskripsikan sejarah hadits dalam dunia islam sehingga
menghasilkan kitab-kitab hadits standart. Rentetan
crita yang terekam yang mengiringi sejarah turunnya hadits ini menjadi
obyek dari pembahasan ini. Kehadirannya dimulai sejak kelahirannya sampai tumbuh dan berkembangnya dari generasi
kegenerasi berikutnya. Hal tersebut terkait erat dari respon masing-masing generasi yang berbeda dari generasi yang satu kepada
generasi yang lainnya. Tentu saja
pembahsan ini terhadap masalah ini tidak terlepas dari pembahasan ulumul
hadits. Terdapat perkembangan yang significant dalam isi maupun materi yang
dibahas dalam beberapa kitab dadits. Dalam perjalanan hadits sejak masa
pewahyuan sampai munculnya beberapa kitab standart dan variasi didalamnya dapat
dilihat dalam klasifikasi dibawah ini:
v Masa kelahiran hadits dan
pembentukan masyarakat islam. Priode ini ditandai tertulis maupun demonstrasi praktis terhadap penjagaan hadits
Nabi Muhammad saw, pada masa tersebut dilakukan dengan cara menghafal dan
terkadang jika memungkinkan bagi sahabat
tertentu dapat menulis hadits-hadits yang diperolehnya. Sampai disini
memunculkan diskusi yang sangat panjang tentang tradisi kepenulisan hadits.
Setidaknya ada dua hadis yang menerankan tentang larangan menulis hadits dan
pembolehan dalam penulisannya.
Disamping itu masa ini juga disebut masa pembentukan masyarakat islam, karna
pada masa inilah Nabi Muhammad saw, menggembleng masyarakat dengan baik dengan meninggalkan mutiara yang sangat besar
yaitu Al-qurr’an dan hadits. Rentang waktu masa ini berjalan selama 23 tahu, selama
Nabi Muhammad diutus oleh Allah swt sebagai Rasullah untuk menyebarkan ajaran
agama islam.
v Masa pematerian dan penyaringan riwayat hanya berjalan pada
pemerintahan pada masa Khulafa’ Al- rasyidin (11-40 H.). masa ini ditandai
dengan upaya sahabat besar dalam menerima dan meriwayatkan hadits.hanya
terhadap periwayatan-periwayatan tertentu saja yang dapat ditrima. Oleh karna
itu nampak bahwa pada masa ini hadits tidak banyak yang dimaterikan karna adanya kehati-hatian masyarakat dalam
menerima dan meriwayatkan hadits. Hadits baru tersebar luas dan
menjadi suatu hal yang sangat penting sejak wafatnya Usman Inb Affan dan
masa-masa sesudahnya. Persoalan dibidang politik lambat laun menjadi suatu
persoalan keagamaan dengan munculnya justifikasi-justifikasi ajaran islam
melalui hadits.
v Masa penyebaran keberbagai
wilayah , pelopornya adalah para sahabat kecil dan tabi’in besar.
v Masa awal pembukuan hadits ,
dimulai sejak abad ke 2 H, sampai
dipenghujung abad tersebut.
v Masa penyaringan ,
pemeliharaan dan perlengkapan , berlangsung selama satu abad penuh dimulai awal sampai dipenghujung abad ke 3 H.
v Awal
abad ke- 4 sampai jatuhnya kota bagdad tahun 656 H
v Masa penyarahan ,
penghimpunan, pentakhrijan dan pembahasan hadits. Rentang
waktunya relatif panjang dimuali tahun
656 H, sampai sekarang. Masa ini merupakan kelanjutan masa sebelumnya dan
menambah semakin banyaknya khazanah hasil tadwin ulama’ hadits.
Periodesasi diatas terkesan
lebih terperinci dan menyebut berbagai generasi yang terlibat banyak dalam setiap
tahap perkembangan hadits. Oleh karna itu terdapat tujuh tahapan. Namun dalam perkembangannya
terdapat juga ualama’ yang
hanya membagi kedalam tiga periode saja seperti yang dilakukan oleh Muhammad Al
ajjad al khatib . ketiga periode tersebut
masing-masing adalah :
periode sebelum pembukuan, periode masa pembukuan, dan
periode setelah pembukuan. Pembahasan yang dilakukan nampak bahwa hanya berpatokan pada prestasi
besar umat islam dalam menjaga hadits. trAdisi hafalan ke tradisi penulisan
oleh ‘Ajjaj Al khatibi dianggap sebagai suatu hal yang penting . oleh karna itu masa-masa sebelum
dan masa-masa sesudah pembukuan sudah
cukup dikategoriakn sebagai general
dengan menafikan peristiwa-peristiwa yang terjadi tiap-tiap periodenya.
Ibnu Majah mulai belajar sejak usia remaja. Namun baru mulai
menekuni bidang ilmu Hadis pada usia 15 tahun pada seorang guru ternama kala
itu, yaitu Ali bin Muhammad At-Tanafasi (w. 233 H). Ibnu
Majah berkelana ke beberapa daerah dan negara guna mencari, mengumpulkan, dan
menulis Hadis. Puluhan negeri telah ia kunjungi, antara lain: Rayy (Teheran), Basra, Kufah, Baghdad,
Khurasan, Suriah, dan Mesir, hijaz, makkah dan madinah, syam, damaskus serta
himz. Dalam dunia hadis, beliau mendapat gelar al-hafidz.
Al-hafidz adalah gelar bagi orang yang sangat luas pengetahuannya
tentang hadis yang diketahuinya lebih banyak daripada yang tidak diketahuinya,
ia sanggup menghafal 100.000 hadis baik sanad maupun matannya, serta seluk
beluk rawinya.
Dalam
perjalanannya yang panjang, beliau pernah berguru kepada ulama-ulama besar
seperti: Zahîr bin Harb, Duhîm, Abu Mus'ab Az-Zahry, Al-Hâfidz Ali bin Muhammad
At-Tanâfasy, Jubârah bin Mughallis, Muhammad bin Abdullah bin Numayr, Hisyam
bin Ammar, Ahmad bin Al-Azhar, Basyar bin Adam dan para pengikut perawi dan
ahli hadits imam Malik dan Al-Lays. Diantara murid yang belajar atau yang
meriwayatkan hadis adalah Ahmad bin Ibrahim, Muhammad bin ‘Isa al-Abhari, Abul
Hasan al-Qattan, Sulaiman bin Yazid al-Qazwini, Ibn Sibawaih, Ishak bin Muhammad
dan ulama-ulama lainnya. Diantara para perawi diatas
yang sampai pada kita periwayatannya adalah Abul Hasan al-Qattan.
1. Buah karya
Sepanjang
hayatnya, Imam Ibnu Majjah telah menulis puluhan buku, baik dalam bidang Hadis,
sejarah, fikih, maupun tafsir. Di bidang tafsir, ai antara
lain menulis Tafsir Alquranul Karim. Sementara itu, di bidang
sejarah, Ibnu Majah menulis buku At-Tariikh, karya sejarah yang memuat
biografi para perawi Hadis sejak awal hingga ke masanya. Lantaran tak begitu
monumental, kemungkinan besar kedua karya tersebut tak sampai di tangan
generasi Islam berikutnya.
Begitu juga dengan karyanya
dalam bidang hadis, yaitu kitab Sunan Ibn Majjah
itu sendiri yang termasuk dalam kutub al-sittah. Kitab hadis
yang ditulis oleh Ibn Majjah ini berupa kitab sunan. Secara umum, kitab dalam bentuk sunan
berisikan masalah-masalah hukum yang marfu’ dan penyusunannya berdasarkan atas
bab-bab fiqh. Diantara kitab-kitab hadis yang masuk dalam kategori ini adalah
Sunan abu Dawud, Sunan Nasa’I, Sunan al-Tirmizi, dan Sunan ibn Majah. Keempat kitab ini sering disebut dengan al-sunan al-arba’ah.
Demikian juga dengan sebutan al-sunan al-tsulasa, maka yang dimaksud adalah
keempat kitab tersebut kecuali sunan ibn majah.
2. Kedudukannya
Dalam Kutubus Sittah
Hadist
sebagai bidang keilmuan telah dibahas oleh ulama klasik sekitar abad
kedua dan sesudahnya. Mereka berupaya menciptakan kaidah-kaidah dalam upaya
membendung kegiatan pemalsuan. Di samping itu, ulama juga banyak membukukan
berbagai hadist dalam sebuah kitab. Kegiatan seperti ini mandeg seiring dengan
di bukukannya beberapa kitab hadist dan dianggap sebagai rujukan utama. Peta secara keseluruhan
kitab-kitab karya ulama klasik tentang hadist-hadist nabi adalah :
3. Pendapat
para ulama’
Abu
ya’la al-khalili menilai bahwa Ibn Majjah adalah seorang yang tsiqah, dapat
dipercaya, pendapatnya dapat dijadikan hujjah, juga seorang yang banyak mengetahui
hadis dan menghafalnya, dan banyak melakukan perjalanan ilmiah ke berbagai kota
untuk menulis hadis.
Ibn Kastir
seorang ahli hadits dan kritikus hadits berkata dalam Bidayah-nya “Muhammad bin
Yazid adalah
seorang pengarang kitab sunan yg masyur. Kitabnya itu merupakan
bukti atas amal dan ilmunya. Juga membuktikan akan keluasan pengetahuan dan pandangannya serta
kredibilitas dan loyalitasnya kepada hadits dan usul dan furu’.
Sanjungan
yang senada banyak juga yang menyampaikannya pada beliau, seperti Abu Zar'ah
Ar-Râzî dan Zahaby dalam bukunya "Tazkiratu Al-Huffâdz"
mengilustrasikannya sebagai ahli hadits besar dan mufassir, pengarang kitab
Sunan dan tafsir, serta ahli hadits kenamaan negerinya.
Begitulah sebahagian kecil
sanjungan yang diterima Ibnu Majah selama ini. Semoga Allah menyertakan beliau
termasuk golongan orang-orang yang dibanggakan-Nya di hadapan
malaikat-malaikat-Nya. Oleh: Faza, EL dan Reno
0 komentar:
Posting Komentar