Home » » KITAB SUNAN AN-NASA'I

KITAB SUNAN AN-NASA'I


Telah disebutkan diatas bahwa al- Nasa’i telah menyusun kira-kira 15 buah karya besar yang berhubungan dengan bidang keilmuan hadis dan ilmu-ilmu lain yang berhubungan dengan hadis, dan diantara karyanya yang paling terkenal ialah kitab al-sunan.[1]
Karangan-karangan Imam An-nasa’i yang sampai kepada kita dan telah diabadikan oleh pena sejarah antara lain As-Sunan Al-Kubra, As-Sunan Al-Sughra  (ringkasan dari  kitab As-Sunan Al-Kubra), Al-Khasshais, Fadhail Ash-Shahabah, dan Al-Manasik. Menurut sebuah keterangan yang diberikan oleh Imam Ibn Al-Atsir Al-Jazairi dalam kitabnya Jami’ Al-Ushul, kitab ini disusun berdasarkan pandangan-pandangan fiqh mazdhab Syafi’i. dalm kitab sunanny memuat 5.769 hadits[2]
Sebelum disebut dengan Sunan An-Nasa’i, kitab ini lebih dikenal dengan As-Sunan Al-Kubra. Setelah selesai menulis kitab ini, beliau kemudian menghadiahkan kitab ini kepada Amir Ramlah (gubernur Ramlah) sebagai tanda penghomatan. Amir kemudian bertanya kepada An-Nasa’i, “Apakah kitab ini seluruhnya berisi hadis shahih?” Ia menjawab dengan kejujuran, Ada yang sahih, Hasan, dan adapula yang hampir serupa dengannya.”Amir berkata kembali, “kalau demikian halnya, pisahkanlah hadis yang shahih-shahih saja,”
 Atas permintaan Amir ini, An-Nasa’i kemudian menyeleksi dengan ketat semua hadis yang telah tertuang dalam kitab As-Sunan Al-kubra menjadi kitab As-Sunan Al-Sughra. Kitab ini juga dinamakan Al-Mujtaba. Pengertian Al-Mujtaba bersinonim dengan Al-Maukhtar (yang terpilih) karena memang kitab ini berisi hadis-hadis pilihan hasil seleksi dari kitab As-Sunan Al-Kubra. Karena pada masanya, kitab ini lebih terkenal dengan sebutan Al-Mujtaba, sehingga nama As-sunan Al-Sughra seperti tenggelam ditelan keharuman nama Al-Mujtaba. Dari Al-Mujtaba inilah, kemudian kitab ini kondang dengan sebutan Sunan An-Nasa’i, sebagaimana kita kenal sekarang. Tampaknya untuk selanjutnya, kitab ini tidak akan mengalami perubahan nama seperti yang terjadi sebelumnya. [3]
Dalam menyebutkan hadis di dalam kitabnya, al-Nasa’i tidak menyebutkan satu hadis pun dari orang yang notabene di tolak periwayatannya oleh ulama-ulama hadis dan tidak mempercayai periwayatannya, sehingga dengan demikian tidak terdapat hadis yang berkualitas daif dan kalau pun dia ada, itu sangat kecil jumlahnya dan sangat jarang sekali.
Kitab al-Sunan ini sederajat dengan kitab sunan Abu Dawud, atau sekurang-kurangnya mendekati satu tingkatan kualitas yang sama dengan Sunan Abu Dawud, dikerenakan An-Nasa’i sangat teliti dalam meriwayatkan dan menilai suatu hadis. Hanya saja, karena Abu Dawud lebih banyak perhatiannya kepada matan-matan hadis yang ada tambahannya, dan lebih terfokus pada hadis-hadis yang banyak diperlukan oleh para Fuqaha, maka Sunan Abu Dawud lebih diutamakan sedikit dari Sunan al-Nasa’i. Oleh karenanya, Sunan al-Nasa’I ditempatkan pada tingkatan kedua setelah Sunan Abu Dawud dalam deretan kitab-kitab hadis al-Sunan.[4]
   1.      Metode Penyusunan dan Sistematika Kitab Sunan An-Nasa’i
Imam An-Nasa’i merupakan seorang ulama yang sangat ketat terhadap persyaratan terhadap perawi. Hal ini terbukti dalam menetapkan kriteria sebuah hadist yang diterima atau tertolak. Dalam hal ini, Al- Hafiz Abu Ali memberikan komentar bahwa persyaratan yang dibuat oleh Imam An-Nasa’i bagi para perawi sangat ketat jika dibandingkan dangan persyaratan yang ditetapkan oleh Imam Muslim. Demikian pula Al-Hakim dan Al-Khatib mengatakan komentar yang kurang lebih sama bahwa An-Nasa’i lebih ketat dibandingkan dengan Imam Muslim. Sehingga ulama Magrib lebih memilih Imam An-Nasa’i dibandingkan dengan Imam Bukhari.
Metode yang digunakan dalam penyusunan kitab ini adalah metode sunan. Hal ini terlihat jelas dari penamaan kitabnya, yaitu Sunan An-Nasa’i. Kata sunan merupakan bentuk jamak dari sunnah yang pengertiannya sama dengan hadist. Sementara yang dimaksud dengan metode sunan disini adalah metode penyusunan kitab hadist berdasarkan klasifikasi hukum Islam (abwab al-fiqhiyah) dan hanya mencantumkan hadist-hadist yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW saja. Apabila terdapat hadist selain dari Nabi, maka jumlahnya relatif sangat sedikit. Berbeda dengan kitab hadist Al-Muwatha’ dan Mushannif yang banyak memuat hadist-hadist mauquf dan maqtu’, walaupun metode penyusunannya sama dengan Sunan An-Nasa’i. Selain kitab Sunan An-Nasa’i masih banyak kitab hadist sunan yang populer. Antara lain kitab Sunan Abu Dawud Al-Sijistani (w. 275 H) dan Sunan Ibnu Majah Al-Qazwini (w. 275 H).


Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditegaskan bahwa kitab Sunan An-Nasa’i (Kitab Mujtaba) disusun dengan metode yang sangat unik dengan memadukan antara fiqh dengan kajian sanad.  Hadist-hadistnya disusun berdasarkan bab-bab fiqh sebagaimana yang telah dijelaskan diatas dan untuk setiap bab diberi judul yang kadang-kadang mencapai keunikan tersendiri. Ia mengumpulkan sanad-sanad suatu hadist di suatu tempat.
Adapun sistem penyusunannya dengan lengkap dapat disebutkan disini sebagai berikut:
No
Nama Kitab
Juz
Hlm
No
Nama Kitab
Juz
Hlm
-
Al-Muqaddimah
I
3
23
An-Nikah
VI
44
1
At-Taharah
I
12
24
At-Talaq
VI
112
2
Al-Miyah
I
141
25
Al-Khail
VI
178
3
Al-Haid wal Isthadah
I
147
26
Al-Ahbas
VI
190
4
Al-Guslu wa At-Tayamum
I
162
27
Al-Wasaya
VI
198
5
Ash-Sholat
I
178
28
An-Nahl
VI
216
6
Al-Mawaqit
I
198
29
Al-Hibah
VI
220
7
Al-Azan
II
3
30
Ar-Ruqba
VI
226
8
Al-Masajid
II
26
31
Al-‘Umra
VI
228
9
Al-Qiblah
II
47
32
Al-‘Aiman wa An-Nuzur wa Al-Muzara’ah
VII
3
10
Al-Imamah
II
58
33
‘Asyrah An-Nisa’
VII
58
11
Al-Jum’ah
III
71
34
Tahrim ad-dam
VII
70
12
Taqsir As-Salah fi As-Safar
III
95
35
Qism Al-Fai’
VII
117
13
Al-Kusuf
III
101
36
Al-Bai’ah
VII
124
14
Al-Istisqa
III
125
37
Al-‘Aqiqah
VII
145
15
Salat Al-Kusuf
III
136
38
Al-Far’ wa Al-‘Atirah
VII
147
16
Salat Idain
III
146
39
As-said wa Az-Zaba’ Ibn Hajar Al-Asqalani
VII
158
17
Qiyam Al-Lail wa Tathawwu’ An-Nahr
III
161
40
Ad-Dahaya
VII
186
18
Aj-Janaiz
IV
3
41
Al-Buyu’
VII
212
19
As-Siyam
IV
97
42
Al-Qasamah
VIII
3
20
Az-Zakah
V
3
43
Qat’u As-Sariq
VIII
57
21
Manasik Al-Hajj
V
83
44
Al-‘Aiman wa As-Syara’
VIII
86
22
Aj-Jihad
VI
3




Dari bagan tersebut dapat ditarik beberapa kesimpulan:
1.      Dari kitab (bab) pertama sampai dengan kitab (bab) ke-21, membahas tentang masalah taharah dan salat. Jumlah kitab (bab) yang terbanyak adalah mengenai salat
2.      Kitab (bab) puasa didahulukan daripada zakat
3.      Kitab (bab) Qism Al-Fai’ (pembagian rampasan perang) diletakkan jauh dari kitab jihad
4.      Kitab Al-Khali juga diletakkan berjauhan dari kitab jihad
5.      Melakukan pemisahan-pemisahan diantara kitab-kitab (bab-bab) Al-Ahbas (wakaf), wasiat-wasiat, An-Nahl (pemberian kepada anak), Al-Hibah (pemberian), Ar-Ruqbaa. Sedangkan kitab atau pembahasan mengenai Fara’id tidak ada
6.      Melakukan pemisahan-pemisahan antara kitab Al-Asyribah (minuman), As-Said (pemburuan), Az-Zaba’ih (sembelihan hewan korban), Ad-Dahaya (kurban idhul adha)
7.      Kitab iman ditempatkan di bagian akhir
8.      Yang tidak termasuk hukum hanyalah kitab iman dan kitab Al-Istiazah
Beberapa catatan mengenai sistematika penyusunan kitab hadist Sunan An-Nasa’i ini dikemukakan agar dapat dianalisa lebih tajam lagi, bagaimana Imam An-Nasa’i menyusun sunannya yang pada akhirnya pemahaman akan kandungannya jauh lebih bermanfaat.[5]
Makalah ini ditulis oleh saya sendiri dan di edit oleh Pangeran Sri Naga Puspa.


[1] . Dosen TH, Fak. Ushuluddin, UIN Suka. Hlm. 141.
[2] Syauqi Abu Khalil,”Atlas Hadis (Jakarta : Almahira, 2007),hlm.11

[3] . Solahuddin, M. Agus dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis. (Bandung : Cv. Pustaka Setia, 2009). Hlm. 237.
[4] . Dosen TH, Fak. Ushuluddin, UIN Suka. Studi Kitab Hadis. ( Yogyakarta : Teras, 2003). Hal. 142.
[5] Dosen tafsir hadist fakultas ushuluddin IAIN sunan kalijaga yogyakarta, studi kitab hadist, (yogyakarta: teras, 2009), hlm. 142—146 

0 komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

Entri yang Diunggulkan

SIDANG EMAS, DESA YANG PUNYA SEGALANYA

Sahabat Wisnoe ...... Pada kesempatan ini, Sabtu 21 Oktober 2017 pukul 10:42 kita akan membicarakan sedikit tentang desa kelahiran...

Arsip Blog

Diberdayakan oleh Blogger.