KONSEP MANUSIA DALAM AL-QUR'AN OLEH M. YUSRON ASROFIE




MANUSIA DI DALAM AL-QURAN:
BASYAR, AL-NAS, AL-INS, DAN AL-INSAN


Oleh: M. Yusron Asrofie*


Ada suatu prinsip bahwa sebagian ayat al-Quran menafsiri ayat yang lain dalam prakteknya mempunyai prosedur yang bisa mudah dan bisa pula rumit.

Kata "manusia" di dalam al-Quran mempunyai beberapa bentuk kata, yaitu basyar, al-nas, al-ins, dan al-insan. Kata itu, masing-masing dipakai secara khusus untuk menunjuk pengertian yang khusus sebagaimana dikehendaki di dalam al-Quran.

Langkah pertama dalam memakai prinsip ini adalah mengumpulkan kata dan penggunaannya di dalam al-Quran untuk mengetahui penjelasan apa saja yang terkait dengan sebuah kata yang ingin ditafsirkan atau diberi penjelasan. Contoh kata yang akan diberi tafsir adalah kata basyar. Basyar ini mempunyai ciri-ciri apa saja, dipakai oleh siapa, dan apa saja yang dilakukan atau bahkan tidak dilakukan oleh basyar ini.

بسم الله الرحمن الرحيم
اقْتَرَبَ لِلنَّاسِ حِسَابُهُمْ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ مُعْرِضُونَ (1) مَا يَأْتِيهِمْ مِنْ ذِكْرٍ مِنْ رَبِّهِمْ مُحْدَثٍ إِلَّا اسْتَمَعُوهُ وَهُمْ يَلْعَبُونَ (2) لَاهِيَةً قُلُوبُهُمْ وَأَسَرُّوا النَّجْوَى الَّذِينَ ظَلَمُوا هَلْ هَذَا إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ أَفَتَأْتُونَ السِّحْرَ وَأَنْتُمْ تُبْصِرُونَ (3) قَالَ رَبِّي يَعْلَمُ الْقَوْلَ فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (4) بَلْ قَالُوا أَضْغَاثُ أَحْلَامٍ بَلِ افْتَرَاهُ بَلْ هُوَ شَاعِرٌ فَلْيَأْتِنَا بِآَيَةٍ كَمَا أُرْسِلَ الْأَوَّلُونَ (5) مَا آَمَنَتْ قَبْلَهُمْ مِنْ قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا أَفَهُمْ يُؤْمِنُونَ (6) وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (7) وَمَا جَعَلْنَاهُمْ جَسَدًا لَا يَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَمَا كَانُوا خَالِدِينَ (8) [الأنبياء/1-8]

Al-Anbiya (21): 1. Telah dekat kepada manusia perhitungan mereka, sedangkan mereka lalai dan berpaling. 2. Tidak datang kepada mereka  peringatan baru dari Tuhan mereka melainkan mereka mendengarkannya sambil bermain-main. 3. dan hati mereka bergurau meremehkan. Dan orang-orang yang zalim berbicara secara rahasia: Orang ini tidak lain hanyalah manusia biasa seperti kamu? Apakah kamu akan menerima sihir ini padahal kamu tahu? 4. Muhammad berkata kepada mereka: Tuhanku mengetahui semua perkataan, baik di langit maupun di buni. Dia maha mendengar dan maha mengetahui. 5. Bahkan mereka berkata: Impian yang kalut! Tidak, dia mengada-ada, bahkan dia adalah seorang penyair. Maka, suruhlah dia mendatangkan kepada kita suatu ayat sebagaimana rasul-rasul dahulu diutus. 6. Sebelum mereka, tiada seorangpun penduduk kota yang kami binasakan mau beriman. Lalu apakah mereka akan beriman? 7. Kami tidak mengutus sebelum kamu kecuali hanya orang lakilaki yang Kami berikan wahyu. Bertanyalah kepada yang masih ingat (ahli dzikr)jika kamu tidak tahu. 8. Dan Kami tidak membuat mereka tubuh yang tidak makan, dan tidak pula mereka kekal.

Kata “manusia” dalam ayat 21: 3 di atas adalah terjemahan dari kata basyar. Kata basyar ini dipakai untuk manusia siapa saja, atau semua manusia, baik nabi ataupun orang-orang kafir. Basyar adalah tubuh materi, atau jasad yang perlu dan butuh makan (ayat 8). Bahwa basyar adalah jasad yang butuh makan diperkuat lagi dalam Surat al-Furqan (25): 7-8 dan 20.

وَقَالُوا مَالِ هَذَا الرَّسُولِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِي فِي الْأَسْوَاقِ لَوْلَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَلَكٌ فَيَكُونَ مَعَهُ نَذِيرًا (7) أَوْ يُلْقَى إِلَيْهِ كَنْزٌ أَوْ تَكُونُ لَهُ جَنَّةٌ يَأْكُلُ مِنْهَا وَقَالَ الظَّالِمُونَ إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلَّا رَجُلًا مَسْحُورًا (8) [الفرقان/7، 8]

25: 7. Dan mereka berkata: "Mengapa rasul itu memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu memberikan peringatan bersama- sama dengan dia?, 8. atau (mengapa tidak) diturunkan kepadanya perbendaharaan, atau (mengapa tidak) ada kebun baginya, yang dia dapat makan dari (hasil)nya?" Dan orang-orang yang zalim itu berkata: "Kamu sekalian tidak lain hanyalah mengikuti seorang lelaki yang kena sihir".

وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِي الْأَسْوَاقِ وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا (20) [الفرقان/20]

25: 20. Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. Dan kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. Maukah kamu bersabar?; dan adalah Tuhanmu maha Melihat.

Pengetian basyar sebagai jasad wadag atau tubuh bisa dilihat dalam 21: 8.

وَمَا جَعَلْنَاهُمْ جَسَدًا لَا يَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَمَا كَانُوا خَالِدِينَ (8) [الأنبياء/8]

21: 8.  Dan tidaklah kami jadikan mereka tubuh-tubuh yang tiada memakan makanan, dan tidak (pula) mereka itu orang-orang yang kekal.


Jadi dengan membaca beberapa ayat, kita bisa melihat beberapa penjelasan mengenai makna kata basyar. Metode semacam ini kelihatan sederhana, tetapi pada beberapa kata yang lain bisa menjadi sangat rumit. Arti basyar yang berupa jasad wadag atau tubuh material diucapkan baik oleh orang-orang yang kafir maupun oleh para rasul sendiri. Lihat misalnya, 21: 3 dan Surat Ibrahim(14): 10-11.

قَالَتْ رُسُلُهُمْ أَفِي اللَّهِ شَكٌّ فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَدْعُوكُمْ لِيَغْفِرَ لَكُمْ مِنْ ذُنُوبِكُمْ وَيُؤَخِّرَكُمْ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى قَالُوا إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُنَا تُرِيدُونَ أَنْ تَصُدُّونَا عَمَّا كَانَ يَعْبُدُ آَبَاؤُنَا فَأْتُونَا بِسُلْطَانٍ مُبِينٍ (10) قَالَتْ لَهُمْ رُسُلُهُمْ إِنْ نَحْنُ إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَمُنُّ عَلَى مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَمَا كَانَ لَنَا أَنْ نَأْتِيَكُمْ بِسُلْطَانٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ (11) [إبراهيم/10-11]

14: 10 Berkatalah rasul-rasul mereka: Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, pencipta langit dan bumi? Dia menyeru kamu untuk memberi ampunan kepadamu dari dosa-dosamu dan menangguhkan dan menangguhkan siksaanmu sampai masa yang ditentukan? Mereka berkata: Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami juga. Kamu ingin menghalangi (membelokkan) kami dari apa yang selalu disembah nenek moyang kami. Oleh karena itu datangkanlah kepada kami bukti yang nyata. 11. Para rasul berkata kepada mereka: Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hambaNya. An tidak patut bagi kami mendatangkan suatu bukti kepada kamu melainkan dengan izin Allah. Dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang bertawakkal.

Ayat-ayat semacam itu juga bisa dilihat dalam Surat Hud (11): 25-27.

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ إِنِّي لَكُمْ نَذِيرٌ مُبِينٌ (25) أَنْ لَا تَعْبُدُوا إِلَّا اللَّهَ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ أَلِيمٍ (26) فَقَالَ الْمَلَأُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَوْمِهِ مَا نَرَاكَ إِلَّا بَشَرًا مِثْلَنَا وَمَا نَرَاكَ اتَّبَعَكَ إِلَّا الَّذِينَ هُمْ أَرَاذِلُنَا بَادِيَ الرَّأْيِ وَمَا نَرَى لَكُمْ عَلَيْنَا مِنْ فَضْلٍ بَلْ نَظُنُّكُمْ كَاذِبِينَ (27) [هود/25-27]

11:  25. Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia berkata): "Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu, 26. agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedihkan".27. Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: "Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta".

Contoh lain adalah Surat al-Kahfi (18): 110:

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا (110) [الكهف/110]

18: 110. Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".

Jadi dengan metode ini atau prinsip bahwa sebagian ayat al-Quran menafsiri atau memberi penjelasan ayat lainnya dengan contoh kata basyar memberi arti sebagai berikut: . Kata basyar ini dipakai untuk manusia siapa saja, atau semua manusia, baik nabi ataupun orang-orang kafir. Basyar adalah tubuh materi, atau jasad yang perlu dan butuh makan (ayat 21: 8). Bahwa basyar adalah jasad yang butuh makan diperkuat lagi dalam Surat al-Furqan (25): 7 dan 20. Jadi dengan membaca beberapa ayat, kita bisa melihat beberapa penjelasan mengenai makna kata basyar. Metode semacam ini kelihatan sederhana, tetapi pada beberapa kata yang lain bisa menjadi sangat rumit. Arti basyar yang berupa jasad wadag atau tubuh material diucapkan baik oleh orang-orang yang kafir maupun oleh para rasul sendiri, ayat 21: 3 dan 14: 10-11.

Prinsip selanjutnya adalah bahwa kata-kata di dalam Bahasa Arab al-Quran tidak ada sinonim. Satu kata hanya mempunyai satu makna ketika dipakai dalam suatu ayat al-Quran. Apabila orang mencoba untuk menggantikan kata dari al-Quran dengan kata lain, maka al-Quran bisa kehilangan efektifitasnya, ketepatannya, keindahannya dan essensinya.

Kata manusia dalam bahasa Arab tidak hanya basyar saja. Ada tiga kata bahasa Arab lagi yang mempunyai arti manusia tetapi dalam arti yang berbeda satu sama lain. Ada penekanan arti khusus pada masing-masing kata, yakni al-nas, al-ins, dan al-insan. Yang jelas ketiga kata ini tidak pernah dipakai dalam arti manusia secara fisik berupa jasad tubuh materi.

Mari kita lihat surat al_Hujurat (49): 13

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (13) [الحجرات/13]

49: 13. Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Kata manusia dalam ayat di atas menggunakan kata al-nas. Dari ayat ini terlihat dengan jelas bahwa kata al-nas dipakai sebagai nama jenis yang berasal dari satu keturunan Adam.

Contoh lain bisa dikemukakan di sini seperti dalam surat al-Baqarah (2): 161-2 dan 213

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ (161) خَالِدِينَ فِيهَا لَا يُخَفَّفُ عَنْهُمُ الْعَذَابُ وَلَا هُمْ يُنْظَرُونَ (162) [البقرة/161، 162]

2: 161. Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati dalam keadaan kafir, mereka itu mendapat la'nat Allah, para Malaikat dan manusia seluruhnya. 162. Mereka kekal di dalam la'nat itu; tidak akan diringankan siksa dari mereka dan tidak (pula) mereka diberi tangguh.

كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلَّا الَّذِينَ أُوتُوهُ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ فَهَدَى اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (213) [البقرة/213]

2: 213. Manusia itu adalah umat yang satu, maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan  Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi  keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.

Ayat 2: 161 dan 213 bisa digabung menjadi suatu pengertian bahwa semua manusia itu umat satu dan berasal dari satu keturunan. Kalau diteliti lebih lanjut dengan cepat dan dengan memakai indeks al-Quran seperti  al-Mu’jam al-Mufahras li-alfazil al-Quran al-Karim tulisan Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Baqi maka kita bisa menemukan paling tidak ada tujuh kata yang menyebut ummah wahidah atau ummat satu.

Kata al-nas yang disebut 241 kali di dalam al-Quran mempunyai ragam penjelasan yang bermacam-macam dan bisa dijelaskan lagi dengan metode bahwa sebagian ayat al-Quran menafsirkan sebagian yang lain. Contoh sederhananya adalah bahwa kata al-nas banyak dikaitkan dengan kata iman dan turunannya (bentuk kata lainnya dari akar kata yang sama). Dan tentu saja kata itu juga dikaitkan dengan kata kafir. Kata al-nas disebut delapan kali, lumayan banyak, dengan dikaitkan bahwa sebagian besar  manusia itu tidak mengerti dan ada juga yang menyebutkan bahwa sebagian besar manusia itu tidak beriman (12: 103 dan 13: 1).

Ketika berserikat dalam kebaikan dengan mengutuk kekafiran atau menjadi utusan Allah kata al-nas disebut bersama dengan kata al-mala’ikah (2: 161, 3: 87, dan 22: 75).  Tetapi ketika al-nas berserikat dalam kejelekan, kejahatan, dan kekafiran yang kemudian masuk neraka Jahanam, maka kawan berserikatnya adalah dari golongan jin, al-jinnah (lihat 11: 119, 32: 13, dan 114: 6). 

Kata al-ins dan al-insan berasal dari akar kata yang sama alif, nun, dan sin. Dua kata ini menunjukkan arti sebagai lawan kata dari kebuasan. Meskipun demikian, masing-masing kata mempunyai penekanan arti yang berbeda.

Kata al-ins dipakai 18 kali di dalam al-Quran dan kalau diperhatikan dengan seksama selalu disebut bersama-sama dengan kata al-jinn. Meskipun dipakai bersama dengan kata al-jinn, tetapi tidak dalam pengertian yang sejajar namun dipakai sebagai manusia dibandingkan dengan al-jinn. Jadi kata al-ins diperbandingkan dengan kata al-jinn.

Mari kita lihat dalam suat al-An’am (6): 128

وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ قَدِ اسْتَكْثَرْتُمْ مِنَ الْإِنْسِ وَقَالَ أَوْلِيَاؤُهُمْ مِنَ الْإِنْسِ رَبَّنَا اسْتَمْتَعَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍ وَبَلَغْنَا أَجَلَنَا الَّذِي أَجَّلْتَ لَنَا قَالَ النَّارُ مَثْوَاكُمْ خَالِدِينَ فِيهَا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ (128) [الأنعام/128]

6: 128. Dan (ingatlah) hari di waktu Allah menghimpunkan mereka semuanya (dan Allah berfirman): "Hai golongan jin, sesungguhnya kamu telah banyak menyesatkan manusia", lalu berkatalah kawan-kawan mereka  dari golongan manusia: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya sebahagian  daripada kami telah dapat kesenangan dari sebahagian yang lain dan kami telah sampai kepada waktu yang telah  Engkau tentukan bagi kami".  Allah berfirman: "Neraka itulah tempat  diam kamu, sedang kamu kekal di dalamnya, kecuali kalau Allah  menghendaki lain". Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana  lagi Maha Mengetahui.

Ayat di atas terlihat dengan jelas bahwa meskipun kata al-ins dan al-jinn disebut bersama tetapi di dalam ayat tersebut terlihat jin berperan menyesatkan manusia. Bint Al-Syati mengartikan bahwa kata al-ins yang selalu bersama dengan kata al-jinn berfungsi sebagai perbandingan dua jenis makhluq. Arti asal al-jinn adalah kesamaran yang seram, seirama dengan kebuasan. Dalam hal ini memang tidak ada ayat al-Quran yang secara tegas menyatakan arti al-jinn yang seperti dikemukakan oleh Bint al-Syati.

Selanjutnya, mengenai kata al-ins Bint al-Syati menyimpulkan bahwa kata itu merupakan lawan dari kata al-jinn dan sekaligus menunjukkan bahwa al-ins (manusia) berbeda dengan jenis-jenis lain yang menakutkan, tidak diketahui, dan mempunyai kehidupan yang lain dari manusia. Kata al-jinn tidak hanya berarti keseraman yang bisa dilihat dalam keangkeran tempat dan bayangan yang gelap. Al-Jinn  dalam arti yang luas bisa berarti setiap jenis bukan manusia yang hidup di alam yang tidak bisa diindera, berada di luar dunia tempat tinggal manusia dan tidak terkena hokum alam yang berlaku bagi manusia, al-ins. Bint al-Syati, dengan demikian, menolak keraguan yang seringkali membuat orang tidak yakin akan adanya jin.

Sayangnya, kesimpulan Bint al-Syati mengenai al-jinn tidak berdasar dari dalil-dalil al-Quran yang menurut dia sebagian ayatnya menafsiri sebagian ayat lainnya. Kita menjadi bingung dari mana Bint al-Syati mempunyai kesimpulan tentang al-jinn seperti itu.

AL-INSAN: MANUSIA YANG UNIK DAN MULTI DIMENSI

Kata al-insan disebutkan di dalam al-Quran sebanyak 65 kali. Dengan memakai metode munasabah (mencari kaitan kontekstual), mari kita mencoba melihat apa ciri-ciri al-insan. Ketika kata al-insan disebut di dalam al-Quran, maka penjelasan apa yang diberikan al-Quran di dekat kata itu. Apa kaitan konteksnya? Apa munasabah dekatnya? Dengan cara seperti itu, kita  memulai penelitian tentang al-insan dari surat al-‘Alaq dengan ayat-ayat yang pertama kali turun. Di situ kata al-insan  disebut tiga kali yang kalau diperhatikan secara seksama mencerminkan gambaran umum tentang manusia.

Kata al-insan yang pertama menunjukkan bahwa manusia dicipta dari sesuatu yang bergantung atau menempel (‘alaq), Yang kedua memberi isyarat bahwa manusia diberi ilmu, dan yang ketiga memberi peringatan bahwa manusia memiliki sifat yang suka melampaui batas.

بسم الله الرحمن الرحيم
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5) كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَى (6) أَنْ رَآَهُ اسْتَغْنَى (7) إِنَّ إِلَى رَبِّكَ الرُّجْعَى (8) [العلق/1-8]

Al-‘Alaq (96): 1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, 2. Dia telah menciptakan manusia dari sesuatu yang menempel (bergantung). 3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, 4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,  5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.  6. Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas,  7. karena dia melihat dirinya serba cukup.  8. Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu).

Tiga karakter al-insan yaitu tercipta dari sesuatu, dianugrahi sesuatu yang bermanfaat, dan mempunyai sifat negatif. Ayat-ayat lainnya kemudian memperjelas dan memerinci ketiga karakter itu.

AL-INSAN: MANUSIA DICIPTA DARI TANAH DAN AIR.

Ayat-ayat yang memperjelas dan memerinci penciptaan manusia bisa dikemukakan di sini.

فَلْيَنْظُرِ الْإِنْسَانُ مِمَّ خُلِقَ (5) خُلِقَ مِنْ مَاءٍ دَافِقٍ (6) يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ الصُّلْبِ وَالتَّرَائِبِ (7) إِنَّهُ عَلَى رَجْعِهِ لَقَادِرٌ (8)  [الطارق/5-9]

Al-Tariq (86): 5. Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? 6. Dia diciptakan dari air yang dipancarkan, 7. yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan. 8. Sesungguhnya Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah mati).

قُتِلَ الْإِنْسَانُ مَا أَكْفَرَهُ (17) مِنْ أَيِّ شَيْءٍ خَلَقَهُ (18) مِنْ نُطْفَةٍ خَلَقَهُ فَقَدَّرَهُ (19) ثُمَّ السَّبِيلَ يَسَّرَهُ (20) ثُمَّ أَمَاتَهُ فَأَقْبَرَهُ (21) ثُمَّ إِذَا شَاءَ أَنْشَرَهُ (22) [عبس/17-22]

‘Abasa (80): 17. Binasalah manusia; alangkah amat sangat kekafirannya? 18. Dari apakah Allah menciptakannya? 19. Dari setetes mani, Allah menciptakannya lalu menentukannya  20. Kemudian Dia memudahkan jalannya 21. kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur, 22. kemudian bila Dia menghendaki, Dia membangkitkannya kembali.

إِنَّا خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا (2) إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا (3)

Al-Insan (76): 2. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur (dengan telur dalam rahim wanita) yang Kami hendak mengujinya, karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. 3. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang tidak bersyukur (ingkar, kafir).

Sifat-sifat buruk manusia

Karena tercipta dari tanah, manusia mempunyai sifat-sifat yang rendah (buruk).

1. Suka membantah

أَوَلَمْ يَرَ الْإِنْسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُبِينٌ (77) وَضَرَبَ لَنَا مَثَلًا وَنَسِيَ خَلْقَهُ قَالَ مَنْ يُحْيِي الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ (78) قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِي أَنْشَأَهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ (79) [يس/77-79]

Yasin (36): 77. Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba dia menjadi pembantah yang terang-terangan 78. Dan dia membuat tandingan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; dia berkata: "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?" 79. Katakanlah: "Dia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.

Untuk ayat 36: 77, lihat juga ayat al-Nahl (16): 4.

خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُبِينٌ (4) [النحل/4]

16: 4.  Dia Telah menciptakan manusia dari air mani, tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata.

أَلَمْ يَكُ نُطْفَةً مِنْ مَنِيٍّ يُمْنَى (37) ثُمَّ كَانَ عَلَقَةً فَخَلَقَ فَسَوَّى (38) فَجَعَلَ مِنْهُ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالْأُنْثَى (39) أَلَيْسَ ذَلِكَ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يُحْيِيَ الْمَوْتَى (40)

Al-Qiyamah (75): 37. Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim), 38. kemudian mani itu menjadi sesuatu yang menempel, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya, 39. lalu Allah menjadikan darinya sepasang: laki-laki dan perempuan. 40. Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati?

قَالَ لَهُ صَاحِبُهُ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَكَفَرْتَ بِالَّذِي خَلَقَكَ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ سَوَّاكَ رَجُلًا (37) [الكهف/37]

Al-Kahfi (18): 37. Kawannya (yang mu'min) berkata kepadanya -sedang dia bercakap-cakap dengannya: "Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?

Yang menarik dari metode munasabah, melihat konteks ayat dengan sesuatu kata  yang ada di sekitarnya menghasilkan beberapa hal sebagai berikut: penciptaan manusia dikaitkan dengan keingkaran manusia (18: 37), juga dengan syukur (76: 2-3), pembantah yang terang-terangan (36: 77 dan 16: 4). Meskipun demikian, Bint al-Syati tidak melupakan bahwa al-Quran adalah sebagai kitab petunjuk. Dia mengemukakan bahwa al-Quran banyak mengingatkan tentang  asal manusia dari tanah, tanah liat, air mani, sesuatu yang menempel atau bergantung, air yang memancar supaya manusia tidak menjadi sombong dan pembantah.

Memang sebagaimana dikemukakan di atas manusia, al-insan, memiliki beberapa sifat negatif. Contoh-contoh lainnya adalah:

2. Bersifat lemah

يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا (28) [النساء/28]

Al-Nisa (4): 28 Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.

3. Bersifat tergesa-gesa

وَيَدْعُ الْإِنْسَانُ بِالشَّرِّ دُعَاءَهُ بِالْخَيْرِ وَكَانَ الْإِنْسَانُ عَجُولًا (11) [الإسراء/11]

Al-Isra (17): 11 Dan manusia mendo'a untuk kejahatan sebagaimana ia mendo'a untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.

خُلِقَ الْإِنْسَانُ مِنْ عَجَلٍ سَأُرِيكُمْ آَيَاتِي فَلَا تَسْتَعْجِلُونِ (37)

21: 37.  Manusia Telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. kelak akan Aku perIihatkan kepadamu tanda-tanda azab-Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera.

4. Suka tidak berterima kasih (tidak bersyukur)

وَإِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فِي الْبَحْرِ ضَلَّ مَنْ تَدْعُونَ إِلَّا إِيَّاهُ فَلَمَّا نَجَّاكُمْ إِلَى الْبَرِّ أَعْرَضْتُمْ وَكَانَ الْإِنْسَانُ كَفُورًا (67) [الإسراء/67]

Al-Isra (17): 67. Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia, Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih.

5. Mudah putus asa

وَإِذَا أَنْعَمْنَا عَلَى الْإِنْسَانِ أَعْرَضَ وَنَأَى بِجَانِبِهِ وَإِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ كَانَ يَئُوسًا (83) [الإسراء/83]

Al-Isra (17): 83. Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa.

لَا يَسْأَمُ الْإِنْسَانُ مِنْ دُعَاءِ الْخَيْرِ وَإِنْ مَسَّهُ الشَّرُّ فَيَئُوسٌ قَنُوطٌ (49)

Fussilat 41: 49.  Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan.


6. Suka bangga dan sombong

وَلَئِنْ أَذَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنَّا رَحْمَةً ثُمَّ نَزَعْنَاهَا مِنْهُ إِنَّهُ لَيَئُوسٌ كَفُورٌ (9) وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ نَعْمَاءَ بَعْدَ ضَرَّاءَ مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ ذَهَبَ السَّيِّئَاتُ عَنِّي إِنَّهُ لَفَرِحٌ فَخُورٌ (10) إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ (11) [هود/9-11]

Hud (11): 9. Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih. 10. Dan jika Kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya, niscaya dia akan berkata: "Telah hilang bencana-bencana itu daripadaku"; sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga, 11. kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal saleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar.

وَإِذَا مَسَّ الْإِنْسَانَ ضُرٌّ دَعَا رَبَّهُ مُنِيبًا إِلَيْهِ ثُمَّ إِذَا خَوَّلَهُ نِعْمَةً مِنْهُ نَسِيَ مَا كَانَ يَدْعُو إِلَيْهِ مِنْ قَبْلُ وَجَعَلَ لِلَّهِ أَنْدَادًا لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِهِ قُلْ تَمَتَّعْ بِكُفْرِكَ قَلِيلًا إِنَّكَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ (8) [الزمر/8]

Al-Zumar (39): 8. Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan memberikan ni'mat-Nya kepadanya lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia berdo'a (kepada Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah: "Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu sementara waktu; sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka".

فَإِذَا مَسَّ الْإِنْسَانَ ضُرٌّ دَعَانَا ثُمَّ إِذَا خَوَّلْنَاهُ نِعْمَةً مِنَّا قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ بَلْ هِيَ فِتْنَةٌ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (49) [الزمر/49]

Al-Zumar (39): 49. Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya ni'mat dari Kami ia berkata: "Sesungguhnya aku diberi ni'mat itu hanyalah karena kepintaranku". Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui.

فَإِنْ أَعْرَضُوا فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا إِنْ عَلَيْكَ إِلَّا الْبَلَاغُ وَإِنَّا إِذَا أَذَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنَّا رَحْمَةً فَرِحَ بِهَا وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ فَإِنَّ الْإِنْسَانَ كَفُورٌ (48) [الشورى/48]

Al-Syura (42): 48. Jika mereka berpaling maka Kami tidak mengutus kamu sebagai pengawas bagi mereka.  Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah). Sesungguhnya apabila Kami merasakan kepada manusia sesuatu rahmat dari Kami dia bergembira ria karena rahmat itu. Dan jika mereka ditimpa kesusahan disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri (niscaya mereka ingkar) karena sesungguhnya manusia itu amat ingkar (kepada nikmat).

7. Suka mengeluh dan kikir

إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا (19) إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا (20) وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا (21) إِلَّا الْمُصَلِّينَ (22) الَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ دَائِمُونَ (23) وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ (24) لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ (25) وَالَّذِينَ يُصَدِّقُونَ بِيَوْمِ الدِّينِ (26) وَالَّذِينَ هُمْ مِنْ عَذَابِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ (27) إِنَّ عَذَابَ رَبِّهِمْ غَيْرُ مَأْمُونٍ (28) وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (29) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (30) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (31) وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ (32) وَالَّذِينَ هُمْ بِشَهَادَاتِهِمْ قَائِمُونَ (33) وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ (34) أُولَئِكَ فِي جَنَّاتٍ مُكْرَمُونَ (35) [المعارج/19-35]

70: 19.  Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah. 20.  Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, 21.  Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, 22.  Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, 23.  Yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya, 24.  Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, 25.  Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta), 26.  Dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan, 27.  Dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya. 28.  Karena Sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya). 29.  Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya,
30.  Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, Maka Sesungguhnya mereka dalam hal Ini tiada tercela. 31.  Barangsiapa mencari yang di balik itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas. 32.  Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. 33.  Dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya. 34.  Dan orang-orang yang memelihara shalatnya. 35.  Mereka itu (kekal) di syurga lagi dimuliakan.


قُلْ لَوْ أَنْتُمْ تَمْلِكُونَ خَزَائِنَ رَحْمَةِ رَبِّي إِذًا لَأَمْسَكْتُمْ خَشْيَةَ الْإِنْفَاقِ وَكَانَ الْإِنْسَانُ قَتُورًا (100)

17: 100.  Katakanlah: "Kalau seandainya kamu menguasai perbendaharaan-perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu kamu tahan, Karena takut membelanjakannya". dan adalah manusia itu sangat kikir.

8. Suka membantah

وَلَقَدْ صَرَّفْنَا فِي هَذَا الْقُرْآَنِ لِلنَّاسِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ وَكَانَ الْإِنْسَانُ أَكْثَرَ شَيْءٍ جَدَلًا (54)

18: 54.  Dan Sesungguhnya kami Telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Quran Ini bermacam-macam perumpamaan. dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.

9. Suka berbuat dhalim dan berbuat bodoh

إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا (72)
33: 72.  Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh,

10. Kebanyakan tidak (mau) tahu.

فَإِذَا مَسَّ الْإِنْسَانَ ضُرٌّ دَعَانَا ثُمَّ إِذَا خَوَّلْنَاهُ نِعْمَةً مِنَّا قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ بَلْ هِيَ فِتْنَةٌ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (49)
Az-Zumar 39: 49.  Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru kami, Kemudian apabila kami berikan kepadanya nikmat dari kami ia berkata: "Sesungguhnya Aku diberi nikmat itu hanyalah Karena kepintaranku". Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak Mengetahui.

11. Suka beralasan

بَلِ الْإِنْسَانُ عَلَى نَفْسِهِ بَصِيرَةٌ (14) وَلَوْ أَلْقَى مَعَاذِيرَهُ (15)

Al-Qiyaamah 75: 14.  Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri, 15.  Meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya.

12. Dalam kondisi susah payah.

لَا أُقْسِمُ بِهَذَا الْبَلَدِ (1) وَأَنْتَ حِلٌّ بِهَذَا الْبَلَدِ (2) وَوَالِدٍ وَمَا وَلَدَ (3) لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي كَبَدٍ (4)

Al-Balad 90: 1.  Aku benar-benar bersumpah dengan kota Ini (Mekah), 2.  Dan kamu (Muhammad) bertempat di kota Mekah ini, 3.  Dan demi bapak dan anaknya. 4.  Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.

13. Bisa menjadi yang terbaik dan yang terburuk.

َالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ (1) وَطُورِ سِينِينَ (2) وَهَذَا الْبَلَدِ الْأَمِينِ (3) لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (4) ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ (5) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ (6)

1.  Demi (buah/pohon) Tin dan (buah/pohon) Zaitun, 2.  Dan demi bukit Sinai, 3.  Dan demi kota (Mekah) Ini yang aman, 4.  Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya . 5.  Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), 6.  Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.


Contoh-contoh sifat negatif manusia, al-insan, di atas diperoleh dengan metode yang dilakukan Bint al-Syati dan sangat sederhana. Metode ini sebenarnya sudah banyak sekali dilakukan oleh para ulama, karena memang sangat mudah dan sederhana, yaitu mengumpulkan kata al-insan dan juga melihat sifat-sifatnya, terutama yang negatif.

AL-INSAN: MANUSIA YANG DIANUGRAHI KEISTIMEWAAN BERUPA ILMU DAN BAYAN

Meskipun manusia, al-insan, mempunyai watak bawaan yang lemah dan negatif tetapi Allah juga membekali manusia dengan beberapa hal yang akan berguna untuk mengarungi hidup dalam rangka mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Anugerah ilmu adalah anugerah yang besar sekali bagi manusia.

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)

Al-‘Alaq (96): 1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, 2. Dia telah menciptakan manusia dari sesuatu yang menempel (bergantung). 3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, 4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,  5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Anugerah lainnya adalah al-bayan

بسم الله الرحمن الرحيم
الرَّحْمَنُ (1) عَلَّمَ الْقُرْآَنَ (2) خَلَقَ الْإِنْسَانَ (3) عَلَّمَهُ الْبَيَانَ (4) [الرحمن/1-4]

Al-Rahman (55): 1. Allah yang maha pemurah, 2. Yang mengajarkan al-Quran, 3. Dia menciptakan manusia, 4. Dia mengajarkan kepadanya al-bayan.

Penjelasan mengenai anugerah ilmu yang diberikan oleh Bint al-Syati cukup panjang, tetapi ringkasnya sebagai berikut. Anugerah ilmu dikaitkan dengan tugas kekhalifahan manusia.

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ (30) وَعَلَّمَ آَدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (31) قَالُوا سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ (32) قَالَ يَا آَدَمُ أَنْبِئْهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ فَلَمَّا أَنْبَأَهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ (33) وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآَدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ (34) [البقرة/30-34]

Al-Baqarah (2): 30. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata:  "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:  "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." 31. Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (al-asma’) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" 32. Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." 33. Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini."  Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan ?" 34. Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.

Kisah perjalanan awal manusia yang dimulai dari pemberitahuan Allah kepada para malaikat tentang  penciptaan Adam sebagai khalifah di bumi. Kemudian Allah memerintahkan para malaikat bersujud kepada Adam. Ini adalah sebuah kejadian yang bisa disebut agak aneh. Manusia mempunyai kecenderungan negatif, suka berbuat kerusakan, mudah tergoda, bersifat lemah dan lupa, tetapi karena Allah memberi anugerah ilmu yang banyak sehingga para malaikat diperintah untuk bersujud kepadanya.

Tafsir mengenai apa yang disebut dengan nama-nama, al-asma’ dikemukakan oleh Bint al-Syati’ dengan mengutip ayat-ayat lainnya.

قَالُوا أَجِئْتَنَا لِنَعْبُدَ اللَّهَ وَحْدَهُ وَنَذَرَ مَا كَانَ يَعْبُدُ آَبَاؤُنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ (70) قَالَ قَدْ وَقَعَ عَلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ رِجْسٌ وَغَضَبٌ أَتُجَادِلُونَنِي فِي أَسْمَاءٍ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآَبَاؤُكُمْ مَا نَزَّلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ فَانْتَظِرُوا إِنِّي مَعَكُمْ مِنَ الْمُنْتَظِرِينَ (71) [الأعراف/70، 71]

Al-A’raf (7): 70. Mereka berkata: "Apakah kamu datang kepada kami, agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami? maka datangkanlah azab yang kamu ancamkan kepada kami jika kamu termasuk orang-orang yang benar." 71. Ia berkata: "Sungguh sudah pasti kamu akan ditimpa azab dan kemarahan dari Tuhanmu". Apakah kamu sekalian hendak berbantah dengan aku tentang nama-nama (berhala) yang kamu beserta nenek moyangmu  menamakannya, padahal Allah sekali-kali tidak menurunkan hujjah untuk itu? Maka tunggulah (azab itu), sesungguhnya aku juga termasuk orang yamg menunggu bersama kamu".

مَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِهِ إِلَّا أَسْمَاءً سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآَبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (40) [يوسف/40]

Yusuf (12): 40. Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."

Dari bunyi teks ayat-ayat di atas jelas sekali ditunjukkan bahwa Adam mampu mengetahui semua nama, sementara malaikat tidak bisa. Adamlah yang kemudian dipilih menjadi khalifah di bumi. Nama, al-asma’,  digunakan untuk mengidentifikasi, mengurai cirri-ciri, sesorang atau benda berdasar tanda-tanda yang dimilikinya. Tidaklah tepat kalau menafsirkan nama-nama hanya dengan bahasa. Bint al-Syati’ setuju dengan pendapat Muhammad Abduh yang mengatakan bahwa pengetahuan adalah pemahaman terhadap sesuatu yang diketahui. Sedangkan kata-kata yang menunjuk sesuatu bisa berbeda menurut bahsa sesuai dengan kesepakatan dan istilah yang dipakai orang setempat, jadi bisa berbeda dan berubah, tetapi makna (isi) tidak bisa berubah.

Dengan ilmu inilah Adam dijadikan khalifah. Kerusakan dan pertumpahan darah di muka bumi tidak terjadi kalau saja manusia mau mengamalkan ilmu dan huikmah yang diberikan oleh Allah. Masih mengutip Muhammad Abduh yang menyitir ayat al-ta’lim dalam surat al-Baqarah (2): 151.

كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آَيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ (151)  [البقرة/151، 152]

2: 151 Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat  Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab  dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu  ketahui.

Ayat itu menunjukkan adanya proses bahwa pengajaran atau pemberian ilmu kepada manusia itu dilakukan dengan berangsur-angsur. Meskipun pengajaran nama-nama kepada Adam pribadi secara sekaligus. Pengajaran, atas kehendak dan kuasa Allah, bisa dilakukan sekaligus dan bisa pula berangsur-angsur. Harus diingat bahwa manusia sebagai anak cucu Adam mengetahui segala sesuatu sejak lahir. Manusia perlu belajar, karena memang memiliki potensi untuk mengetahui nama-nama. Ilmu pengetahuan itu diperuntukkan manusia, karenanya manusia harus berusaha memperolehnya supaya bisa mencapai keadaan yang lebih sempurna.

Sedangkan al-bayan, sebagaimana biasa ditafsiri dengan mengutip ayat-ayat lainnya yang juga berbicara mengenai al-bayan. Kata bayan disebut tiga kali dalam al-Quran dan semuanya berkaitan dengan al-Quran. Ada satu lagi kata tibyan pada surat al-Nahl (16): 89.

بسم الله الرحمن الرحيم
الرَّحْمَنُ (1) عَلَّمَ الْقُرْآَنَ (2) خَلَقَ الْإِنْسَانَ (3) عَلَّمَهُ الْبَيَانَ (4) [الرحمن/1-4]

Al-Rahman (55): 1. Allah yang maha pemurah, 2. Yang mengajarkan al-Quran, 3. Dia menciptakan manusia, 4. Dia mengajarkan kepadanya al-bayan, penjelasannya.

لَا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ (16) إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآَنَهُ (17) فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآَنَهُ (18) ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ (19) [القيامة/16-19]

Al-Qiyamah (75): 16. Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Qur'an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya 17. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. 18. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. 19. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya.

هَذَا بَيَانٌ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَمَوْعِظَةٌ لِلْمُتَّقِينَ (138) [آل عمران/138]

Ali ‘Imran (3): 138. Ini (al-Quran) adalah penjelasan bagi seluruh manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.

Kata bayan (55: 4, 75: 19, dan 3: 138) dan bentuk-bentuk kata lainnya  menunjukkan arti menjelaskan, menerangkan dan mengungkapkan. Al-Quran disebut sebagai kitaban mubina, kitab yang menjelaskan dan ayat-ayatnya disebut al-bayyinat. Al-bayan ini menjadikan manusia mampu berbicara dengan sense yang tajam, hati dan kesadarn yang hidup dan visi yang menyala. Jadi, al-bayan merupakan alat bagi  manusia untuk mengungkapkan isi hatinya juga sebagai sarana untuk mempraktekkan kemampuannya berfikir dan belajar sehingga manusia berhak menjadi khalifah di bumi.

Cara keluar dari kelemahan sifat-sifat manusia


Di dalam al-Qur'an, ada petunjuk kepada manusia bagaimana cara supaya bisa selamat dari sifat bawaan insan yang buruk seperti tersebut di atas. Allah yang maha pengasih mengajarkan ilmu kepada manusia dan juga mengajarkan al-Qur'an sebagaimana tersebut di dalam ayat-ayat berikut:

Cara pertama: mau belajar mengatasi kelemahan


اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5) [العلق/1-5]

96:1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.
5. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Cara kedua: mau belajar al-Qur'an dan juga Hadis serta mengamalkannya

الرَّحْمَنُ (1) عَلَّمَ الْقُرْآَنَ (2) خَلَقَ الْإِنْسَانَ (3) عَلَّمَهُ الْبَيَانَ (4) [الرحمن/1-4]

55:1. (Tuhan) Yang Maha Pemurah,
2. Yang telah mengajarkan Al Qur'an.
3. Dia menciptakan manusia,
4. Mengajarnya pandai berbicara.


وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِمْ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَإِقَامَ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءَ الزَّكَاةِ وَكَانُوا لَنَا عَابِدِينَ (73) [الأنبياء/73]

21:73. Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami lah mereka selalu menyembah,

Cara ketiga: menambah keimanan dan beramal salih.

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (4) ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ (5) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ (6) [التين/4-6]

95:4. sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
5. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka),
6. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.

وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)

103:1. Demi masa.
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian,
3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.

Contoh beriman dan beramal salih


إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا (19) إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا (20) وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا (21) إِلَّا الْمُصَلِّينَ (22) الَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ دَائِمُونَ (23) وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ (24) لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ (25) وَالَّذِينَ يُصَدِّقُونَ بِيَوْمِ الدِّينِ (26) وَالَّذِينَ هُمْ مِنْ عَذَابِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ (27) إِنَّ عَذَابَ رَبِّهِمْ غَيْرُ مَأْمُونٍ (28) وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (29) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (30) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (31) وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ (32) وَالَّذِينَ هُمْ بِشَهَادَاتِهِمْ قَائِمُونَ (33) وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ (34) أُولَئِكَ فِي جَنَّاتٍ مُكْرَمُونَ (35) [المعارج/19-35]

70: 19.  Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.
20.  Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah,
21.  Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir,
22. kecuali orang-orang yang mengerjakan salat,
23. yang mereka itu tetap mengerjakan salatnya,
24. dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu,
25. bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta),
26. dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan,
27. dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya.
28. Karena sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya).
29. Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya,
30. kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.
31. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.
32. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.
33. Dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya.
34. Dan orang-orang yang memelihara salatnya.
35. Mereka itu (kekal) di surga lagi dimuliakan.









*Beliau adalah dosen  Tafsir Hadis yang mengampu pelajaran Tafsir di UIN Sunan Kalijaga.
BAHAN BACAAN

‘Aisyah ‘Abd al-Rahman (Bint al-Syati’),  Al-Tafsir al-Bayan lil-Qur’an al-Karim, v. 1 dan 2, Kairo: Dar al-Ma’arif, 1962.

------------------------------------------------, Manusia: Sensitivitas Hermeneutika Al-Qur’an, terj. M. Adib al-Arief, Yogyakarta: LKPSM, 1997.

Ai’sha Abdel Rahman (sic), "The Problem of Synonim in the Light of the Qur’an,” Proceedings of the Twenty-sixth International Congress of Orientalists 1964, IV (1970), 185-186.

Issa J. Boullata, “Modern Qur’an Exegesis: A Study of  Bint al-Shati’’s Method,” The Muslim World,  64 (1974).

J.J.G Jansen, The Interpretation of the Koran in Modern Egypt, Leiden: E.J. Brill, 1974.

KONSEP MAUT DALAM AL-QUR'AN




A.    KONSEP AL-MAUT DALAM AL-QUR`AN
Al-Qur`an merupakan kitab sastra terhebat dari yang telah ada. Maknanya yang begitu mendalam dan dijadikannya al-Qur`an sebagai tuntunan umat di dunia sepanjang zaman membuat setiap kalimat yang termaktub di dalamnya mengandung penuh makna yang terselubung.
Menyingkap makna dari apa yang di maksudkan dalam setiap kalimat seiring perkembangan zaman dan permasalahan yang semakin kompleks menimbulkan berbagai penafsiran yang tak sedikit. Dan dalam kesempatan kali ini, pemakalah mencoba menguraikan sedikit diantara banyak penafsiran tentang makna al-maut yang terdapat dalam al-Qur`an. Walaupun al-maut itu sendiri mempunyai banyak sekali pemaknaan, namun dalam al-Qur`an al-maut lebih banyak diartikan kematian yang bersifat thabi`i, yakni terpisahnya jiwa dari raga yaitu sebagaimana yang kita ketahui dari makna al-maut(yakni kematian) itu sendiri.
Lafadz maut dalam al-Qur`an sebenarnya terdapat makna-makna lain selain dari apa yang telah kita ketahui selama ini, yakni berpisahnya jiwa dengan raga, tapi disamping mempunyai makna tersebut maut sendiri ada yang mengartikan dengan al-kufr, yaitu pada surat ar-rum ayat 19:
يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَيُحْيِي الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَكَذَلِكَ تُخْرَجُونَ
Menurut pandangan Imam as-Shadiq yang menukil pendapat dari musnad Syaikh Ash-Shadduq dalam kitabnya ma`anil akhbar. Beliau menafsirkan al-mayyit dengan kafir, dalam ayat itu berarti mukmin dari kafir, dan kafir dari mukmin[1].

Sedangkan makna maut dilihat berdasarkan dari kondisi hidup dapat dimaknai dengan:
1.    Hilangnya kekuatan yang muncul dan yang telah ada dalam diri manusia, hewan, dan tumbuhan. Seperti dalam ayat:
-يُحْيِي الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا-أَحْيَيْنَا بِهِ بَلْدَةً مَيْتًا
2.    Hilangnya kekuatan indrawi:
-يَا لَيْتَنِي مِتُّ قَبْلَ هَذَا-  أَئِذَا مَا مِتُّ لَسَوْفَ أُخْرَجُ حَيًّا
3.    Hilangnya kekuatan `aqliyyah:
-أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ-إِنَّكَ لَا تُسْمِعُ الْمَوْتَى
4.    Kesusahan dalam hidup:
-وَيَأْتِيهِ الْمَوْتُ مِنْ كُلِّ مَكَانٍ وَمَا هُوَ بِمَيِّتٍ
5.    Tidur
-وَهُوَ الَّذِي يَتَوَفَّاكُمْ بِاللَّيْلِ-اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا
-إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُونَ
Menurut As-Sabazwary maut mempunyai dua makna:
1.    Maut thabi`iy: kharabnya badan sebab berpisahnya ruh darinya.
2.    Maut ikhtiyary: mengekang hawa nafsu dan menggantungkan syahwatnya. Yaitu sebagaimana dalam hadis:
موتوا قبل ان تموتوا وحاسبوا انفسكم قبل ان تحاسبوا
Jalaluddin rumi menafsirkan hadis nabi SAW: Mutu qabla an tamutu. Matilah kamu sebelum kamu mati. Di sini disebut dua kali kata “mati” untuk menunjukkan ada dua kematian. Kematian pada kata tamutu adalah kematian alami, almaut al-thabi`i, dan inilah kematian yang kita kenal. Ibnu `arabi dan para sufi lainnya menganggap kematian ini sebagai kembali kepada Allah secara terpaksa, ruju` idhtirari. Semua makhluk akan menglami kematian jenis ini, suka ataupun tidak suka. Sedangkan kematian pada kata perintah mutu adalah kematian mistikal. Kematian ego, atau kematian diri. Ibnu Arabi menyebutnya dengan maut al-iradi atau kematian keinginan.[2]
Mengenai kematian yang pertama, yakni maut thabi`i Abu Darda` radhiyallahu `anhu berkata,”Kematian adalah baik bagi setiap mukmin. Barang siapa tidak mempercayaiku, hendaknya ia membaca wahyu Tuhan Yang Maha Mulia Ini:
وما عند الله خير للابرار
“Dan apa yang disisi Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang berbakti,”(Ali imran:198)
Hassan bin Aswad berkata,”Kematian itu baik bagi orang mukmin, karena disitu terjadi pertemuan antara kekasih dengan yang dikasihi.[3]
Dan menurut imam as-shadiq maut dapat berarti at-taubah, sebagaimana firman Allah:
فَتُوبُوا إِلَى بَارِئِكُمْ فَاقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ 
Maka barang siapa taubat maka sebanarnya dia telah mematikan dirinya dan kemudian menghidupkannya kembali dengan esensi kehidupan yang hakiki. Inilah makna dari ungkapan Plato “Matilah dengan keadaan yang kamu inginkan maka kamu akan hidup dengan alami”.[4]

Kemudian dalam kitab at-ta`rifat yang penjelasannya sama dengan pendapat Al`Urafa`/kaum Shufi al maut disana mempunyai 4 makna:
1.    Almaut al ahmar     :  yaitu mukhalafatunnafsi yang berarti jihad akbar.
2.    Almaut al abyadh   : berarti lapar, diartikan seperti itu karena lapar dapat        menerangi bathin dan memutihkan (menyucikan) hati.
3.    Al maut al akhdar   : yaitu menggunakan pakaian yang dapat menutup aurat dan yang menjadikan shalat menjadi shah, dinamakan al maut al akhdar karena hijaunya kehidupan orang yang bersifat seperti itu dengan qana`ah.
4.    Al maut al aswad   : yaitu sabar terhadap penyakit yang diderita[5]







B.     TAFSIR AYAT-AYAT KEMATIAN

1.      QS. Al-Baqarah (2). 28 :
كَيْفَ تَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَكُنْتُمْ أَمْوَاتًا فَأَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (28) هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (29)
28.  Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, Kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, Kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?

Ibnu Abbas dan ibnu mas`ud berkata, ”Maksud ayat ini adalah: Kalian mati atau tidak ada sebelum kalian diciptakan, lalu Dia menghidupkan kalian pada hari kiamat- maksudnya, Dia menciptakan kalian- , kemudian Dia mematikan kalian ketika umur kalian sudah habis, kemudian Dia menghidupkan kalian pada hari kiamat.”
Ada juga yang mengatakan bahwa hidup didalam kubur tidak termasuk hitungan sebagaimana tidak termasuk hitungan kematian orang yang Allah matikan didalam dunia lalu Dia menghidupkannya di dalam dunia.
Menurut ulama lain, maksud ayat ini  adalah: Kalian mati di dalam sulbi adam, kemudian Dia mengeluarkan kalian dari sulbinya. Kemudian Dia mematikan kalian, yakni kematian dunia. Kemudian Dia membangkitkan kalian.
Menurut Ulama` lain lagi, maksud ayat ini adalah: Kalian mati –yakni dalam bentuk mani- di sulbi(tulang rusuk) kaum laki-laki dan rahim kaum perempuan-, kemudian Dia memindahkan kalian dari rahim ke alam dunia maka Diapun menghidupkan kalian. Kemudian Dia mematikan kalian setelah kehidupan ini. Kemudian Dia menghidupkan kalian didalam kubur untuk diminta pertanggungjawaban semasa didunia. Kemudian Dia mematikan kalian didalam kubur. Kemudian Dia menghidupkan kalian, kehidupan kebangkitan ke padang mahsyar. Inilah kehidupan yang setelahnya tidak ada lagi kematian.
Menurut al Qurthubi berdasarkan takwil ini, berarti ada tiga kehidupan dan tiga kematian. Lalu, keadaan mereka mati di sulbi Adam dan di keluarkannya mereka dari sulbinya berbeda dengan keadaan mereka sebagai air mani di sulbi kaum laki-laki dan rahim perempuan. Berdasarkan hal ini, berarti ada empat kematian dan empat kematian. Lalu, ada yang mengatakan bahwa sesungguhnya Allah SWT mengadakan mereka sebelum menciptakan Adam AS seperti debu, kemudian Dia mematikan mereka. Dengan demikian, berarti ada lima kematian dan lima kehidupan.
Ada lagi kematian keenam, yaitu bagi orang-orang yang melakukan maksiat dari umat nabi Muhammad SAW, apabila mereka masuk neraka. Hal ini berdasarkan hadis Abu sa`id Al Khudri, dia berkata,”Rasulullah SAW bersabda,
اما اهل النار الذين هم اهلها فانهم لا يموتن فيها و لا يحيون, ولكن ناس اصابتهم النار بذنوبهم-او قال بخطاياخم- فاماتهم امامة حتى اذا كانو فحما اذن با الشفاعة, فجئ بهم ضبائر ضبائر فبثوا على انهار الجنة, ثم قيل: يت تهل الجنة افيضوا عليهم, فينبتون نبات الجنة تكون في حميل السيل, فقال رجل من القوم: كان رسول الله صلى الله عليه و سلم قد كان يرعي بالبادية
Adapun ahli neraka yang memang ahli neraka, maka mereka tidak mati dan juga tidak hidup didalamnya. Akan tetapi ada orang-orang yang dibakar oleh api karena dosa-dosa mereka –atau karena kesalahan-kesalahan mereka-lalu Allah mematikan mereka dengan sebuah kematian, hingga, apabila mereka telah menjadi orang, syafaat diberikan. Merekapun dibawa satu rombongan satu rombongan. Lalu mereka diceburkan sungai-sungai surga. Kemudian di katakan, “Hai ahli surga, tuangkan-air- kepada mereka, maka mereka tumbuh seperti tumbuhnya biji yang dihanyutkan oleh arus air banjir, seorang laki-laki dari sahabat berkata, “seakan-akan Rasulullah SAW pernah mengembala kambing didesa.[6]
Sabda Rasulullah SAW ,”lalu Allah mematikan mereka”, maksudnya adalah benar-benar mati, sebab beliau menguatkannya dengan lafadz mashdar (dengan sebuah kematian-yakni lafadz imaatatan-). Hal ini adalah kemuliaan bagi mereka. Namun ada juga yang mengatakan bahwa: “Allah mematikan mereka” itu adalah ungkapan hilangnya kepedihan mereka dengan tidur, bukan benar-benar mati. Akan tetapi pendapat yang pertama adalah yang paling benar.
Terdapat istilah lain yang digunakan Al Qur`an untuk menunjuk kepada kematian, antara lain al wafat. Yaitu sebagaimana ayat berikutnya.

2.      QS. Al-Zumar (39). 42 :
اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (42)
42.  Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka dia tahanlah jiwa (orang) yang Telah dia tetapkan kematiannya dan dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.
Maksud dari ayat di atas adalah orang-orang yang mati, rohnya ditahan oleh Allah sehingga tidak dapat kembali kepada tubuhnya; sedangkan orang-orang yang tidak mati dalam arti hanya tidur saja, rohnya dilepaskan, sehingga rohnya dapat kembali kepadanya lagi.

3.     QS. Al-Mukmin/Al-Ghafir (40). 11 :
قَالُوا رَبَّنَا أَمَتَّنَا اثْنَتَيْنِ وَأَحْيَيْتَنَا اثْنَتَيْنِ فَاعْتَرَفْنَا بِذُنُوبِنَا فَهَلْ إِلَى خُرُوجٍ مِنْ سَبِيلٍ (11)
11.  Mereka menjawab: "Ya Tuhan kami Engkau Telah mematikan kami dua kali dan Telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka Adakah sesuatu jalan (bagi kami) untuk keluar (dari neraka)?"
Kalau dalam penjelasan sebelumnya disinggung ada enam kematian, dalam ayat ini terdapat dua kematian. Kematian oleh mayoritas ulama didefinisikan sebagai “ketiadaan hidup” atau ”antonim dari hidup”. Kematian pertama di alami oleh manusia sebelum kelahirannya, atau saat sebelum Allah menghembuskan ruh kehidupan kepadanya; sedang kematian kedua, saat ia meninggalkan dunia yang fana ini. Keidupan pertama dialami oleh manusia pada saat manusia menarik dan menghembuskan nafas di dunia, sedang kehidupan kedua saat ia berada di alam barzakh, atau kelak ketika ia hidup kekal di hari akhirat.
Al-Qur`an berbicara tentang kematian dalam banyak ayat. Sementara pakar memperkirakan tidak kurang dari tiga ratusan ayat yang berbicara tentang berbagai aspek kematian dan kehidupan sesudah kematian kedua.[7]
Kematian walaupun kelihatannya adalah kepunahan, tetapi pada hakekatnya adalah kelahiran yang kedua. Kematian manusia dapat diibaratkan dengan menetasnya telur-telur. Anak ayam yang terkurung dalam telur, tidak dapat mencapai kesempurnaan evolusinya kecuali apabila ia menetas. Demikian juga manusia, mereka tidak akan mencapaia kesempurnaannya kecuali apabila meninggalkan dunia ini (mati). Kesempurnaan ini dapat diraih apabila ia dapat menyucikan dirinya secara terus menerus, sebagaimana firman Allah:
4.     QS. Al-Mulk (67). 1-2 :
تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (1) الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ (2)
1.  Maha Suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan dia Maha Kuasa atas segala sesuatu,
2.  Yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,
Demikian terlihat bahwa kematian dalam pandangan islam bukanlah sesuatu yang buruk, karena disamping mendorong manusia untuk meningkatkan pengabdiannya kepada Tuhan  dalam kehidupan dunia ini, ia juga merupakan pintu gerbang untuk memasuki kebahagiaan abadi, serta mendapatkan keadilan sejati.[8]

60.  Dan dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari, Kemudian dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur(mu) yang Telah ditentukan (kamu ditidurkan di malam hari dan dibangunkan di siang hari, supaya dengan perputaran waktu itu habislah umurmu yang Telah ditentukan), Kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan.

Dalam ayat-ayat sebelumnya al-maut diidentikkan artinya hanya pada kematian, dalam ayat ini al-maut diartikan dengan tidur. Ibnu katsir memberikan tanggapan mengenai ayat ini bahwa sebenarnya mati ada dua pemaknaan, yaitu kematian shughra dan kematian kubra. Maut yang shughra diartikan tidur, karena sebenarnya ketika manusia itu tidur, roh yang ada pada jiwanya dilepas, sehingga dapat kembali kedalam jasad, sedangkan maut yang kubra, yang bermakna meninggal, rohnya ditahan oleh Allah.[9]

164.  Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.

Sedangkan al-maut disini diartikan hilangnya kekuatan yang muncul dan yang tengah ada dalam diri manusia, hewan, dan tumbuhan. Dalam ayat ini, bumi yang dulunya bagitu kering,[10]  telah diubah oleh Allah menjadi sesuatu yang serba bermanfaat bagi manusia. Bumi yang dulunya panas dan tidak ada sumber kehidupan ini dimaknai dengan kematian bumi. Dan kemudian dalam kalimat selanjutnya, Allah menghidupkan bumi dengan mengguyurnya dengan air hujan dan menumbuhkan berbagai tumbuhan dan hidup karenanya berbagai hewan, dan manusia.  Dan ini adalah salah satu pertanda akan kebesaran-Nya.



BAB III
PENUTUP

Mati, merupakan salah satu kalimat yang terkandung dalam lafadz al-maut dalam bahasa arab, dan yang penulis bahas pada paper pendek ini. Berbicara mengenai kematian bukanlah suatu hal yang mudah, sebab, disamping pengetahuan manusia tentang hal tersebut sangat terbatas, juga karena kesedihan dan ketakutan sering meliputi situasi pembicaraannya.[11]
Kematian bukanlah "bencana" yang harus dilupakan, melainkan pelajaran penting yang mengajarkan kepada manusia arti hidup yang sebenarnya. Dengan demikian, kematian seharusnya menjadi bahan pemikiran yang mendalam. Seorang muslim akan benar-benar merenungi kenyataan penting ini dengan kesungguhan dan kearifan. Mengapa semua manusia hidup pada masa tertentu dan kemudian mati? Semua makhluk hidup tidak kekal. Ini menunjukkan bahwa manusia tidak memiliki kekuatan dan tidak mampu menandingi Kekuasaan Allah. Allahlah satu-satunya Pemilik kehidupan; semua makhluk hidup dengan kehendak Allah dan akan mati dengan kehendak-Nya pula, seperti dinyatakan, "Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan." (ar-Rahmaan: 26-27)
Setiap orang akan mati, namun tak seorang pun dapat memperkirakan di mana dan kapan kematian akan menghampiri. Tidak seorang pun dapat menjamin ia akan hidup pada saat berikutnya. Karena itu, seorang muslim harus bertindak seolah-olah mereka sebentar lagi akan didatangi kematian. Berpikir tentang kematian akan membantu seseorang meningkatkan keikhlasan dan rasa takut kepada Allah, dan mereka akan selalu menyadari akan apa yang sedang menunggunya. Dan itulah ujung dan tujuan dari kesemuanya.






DAFTAR PUSTAKA

Shihab, M. Quraish. Wawasan Al-Quran. Bandung: Mizan,1996.
Adyamah, Salih. Mustalahat Qur`aniyyah. Beirut: Aljami`ah Al Alamiyyah II al ulum, 1994.
Rakhmat, Jalaluddin. Meraih Cinta Ilahi Pencerahan Sufistik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000.
Qurthubi, Imam. Menyingkap Misteri Kematian At Tadzkirah, terj.Ali Ridho Maulechela dan Ali al-Mutamakkin, Solo: Pustaka Zawiyah, 2005.
Adyamah, Salih. Mustalahat Qur`aniyyah. Beirut: Aljami`ah Al Alamiyyah II al ulum, 1994.
Al Qurthubi, Syaikh Imam. Tafsir Al Qurthubi, terj. Fathurrahman, Ahmad Hotib, dan Nashirul Haq Jakarta: Pustaka Azzam, 2007.
Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Qur`an. Bandung: Mizan, 1992.


[1]Salih Adyamah, Mustalahat Qur`aniyyah (Beirut: Aljami`ah Al Alamiyyah II al ulum, 1994), hlm. 393
[2]Jalaluddin Rakhmat, Meraih Cinta Ilahi Pencerahan Sufistik (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 116
[3],  Imam Qurthubi, Menyingkap Misteri Kematian At Tadzkirah, terj.Ali Ridho Maulechela dan Ali al-Mutamakkin (Solo: Pustaka Zawiyah, 2005), hal. 11
[4] Salih Adyamah, Mustalahat Qur`aniyyah (Beirut: Aljami`ah Al Alamiyyah II al ulum, 1994), hlm. 393
[5] Warna yang dimaksud bukanlah merupakan patokan yang bersifat seperti qaidah, namun hanya sebagai simbol pemaknaan para ulama tashawwuf mengenai sifat-sifat yang dimaksudkan didalamnya.
[6] Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, terj. Fathurrahman, Ahmad Hotib, dan Nashirul Haq (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hal. 559
[7]M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran (Bandung: Mizan, 1996), Hlm. 68
[8] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran (Bandung: Mizan, 1996), Hlm. 75
[9] Keterangan lihat halaman tujuh
[10] Kerena panasnya suhu matahari, inilah yang dimaksud tidak adanya sumber kehidupan di bumi, dan inilah yang dimaksud dengan kematian bumi, yakni tidak adanya kehidupan yang muncul dari bumi.
[11] Dr. M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur`an (Bandung: Mizan, 1992), Hlm. 237

Total Tayangan Halaman

Entri yang Diunggulkan

SIDANG EMAS, DESA YANG PUNYA SEGALANYA

Sahabat Wisnoe ...... Pada kesempatan ini, Sabtu 21 Oktober 2017 pukul 10:42 kita akan membicarakan sedikit tentang desa kelahiran...

Diberdayakan oleh Blogger.